Sejumlah kendaraan melintasi proyek pembangunan flyover Pancoran, Jakarta Selatan, 14 Agustus 2017. Pembangunan proyek ini mengakibatkan penyempitan jalan dan kemacetan panjang. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali menyarankan agar para pekerja bisa memiliki flexible time sebagai solusi memecah kemacetan di Jakarta. "Flexi time itu langkah kreatif untuk memecah kemacetan di kota-kota besar," ujarnya di Gedung Jasa Marga Pusat, Jakarta Selatan, Jumat, 8 September 2017.
Flexible time yang dimaksud Rhenald adalah waktu fleksibel kepada karyawan kantor untuk datang dan pulang dari kantor dengan waktu yang ditentukan karyawan itu sendiri. "Kalau datangnya jam 7 pagi, artinya jam 4 atau 5 dia sudah bisa pulang. Kalau datangnya jam 10, artinya dia harus bersedia pulang lebih malam," ujarnya.
Saran tersebut ia berikan menyusul kebijakan Jasa Marga yang akan memberlakukan uang elektronik untuk seluruh gerbang tol di Indonesia per 31 Oktober 2017. Dengan cara tersebut, volume kendaraan yang tumpah di jalan tidak akan terlalu padat.
Dalam perhitungannya, kata Rhenald, masyarakat di Jakarta merugi hingga Rp 100-150 triliun pada 2012 karena kemacetan. Namun ia tak menyebutkan apa saja dasar perhitungannya tersebut.
Rhenald menyebutkan, sepanjang tahun lalu ada 24,9 juta kendaraan di Jabodetabek dengan penduduknya 31,077 juta jiwa. “Per hari yang lewat tol ada 5 juta. Arusnya selalu sama, pagi hari dari Bekasi, Bogor, dan Tangerang itu mengarah ke Jakarta lewat Semanggi. Pulang pun juga demikian, jadi bayangkan betapa macetnya Jakarta di jam pulang dan berangkat kerja," ujarnya.
Selain flexible time, cara lainnya ialah penggunaan uang elektronik. Menurutnya dengan menggunakan uang elektronik, laju antrean kendaraan di depan gerbang tol akan lebih cepat dan kemacetan dapat berkurang signifikan.