Luhut: Divestasi Saham Freeport 51 Persen Harga Mati
Editor
Dewi Rina Cahyani
Selasa, 22 Agustus 2017 07:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan sikap pemerintah yang menginginkan PT Freeport Indonesia melakukan divestasi 51 persen saham dan membangun fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun.
Meski perundingan terus berjalan, Luhut meyakini dua poin dalam kesepakatan tersebut akan disepakati pemerintah dan PT Freeport Indonesia (PTFI). Dua poin selain divestasi saham dan pembangunan smelter adalah perpanjangan kontrak dan stabilitas investasi.
"Ini kan masih jalan (perundingan), enggak mungkin enggak disepakati. Divestasi 51 persen dan smelter itu harga mati," kata Luhut, Senin, 21 Agustus 2017.
Menurut Luhut, pemerintah tidak akan tunduk kepada pihak mana pun, termasuk Freeport, terkait dengan pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Kendati demikian, pemerintah tetap menghormati kontrak yang sudah ada, yakni kontrak karya (KK) yang berakhir pada 2021.
Dengan demikian, tambang milik perusahaan Amerika Serikat di Papua itu akan menjadi milik Indonesia begitu kontrak selesai. Hal tersebut sebagaimana terjadi dalam alih kelola Blok Mahakam, Kalimantan Timur, di mana pengelolaannya dikembalikan kepada pemerintah setelah kontrak berakhir.
Baca: Negosiasi Freeport Masuki Tahap Final, Ini Penjelasannya
Dalam konteks kasus Blok Mahakam, pemerintah memberi kesempatan kepada kontraktor yang habis kontrak, Total, untuk masuk kembali dengan porsi kepemilikan saham tertentu.
"Sikap kami kan sudah pasti. Berkali-kali enggak akan pernah mundur. Analoginya kalau kontrak ini dibiarkan juga, pada 2021 selesai. Masak kita harus nurut mereka, ya tidaklah. Tapi kami menghormati setiap kontrak yang ada. Seperti Mahakam saja, Total itu, begitu selesai, dia ingin kembali masuk lagi, silakan, 39 persen," ujarnya.
Adapun terkait dengan perpanjangan kontrak yang PTFI minta agar bisa diperpanjang sekaligus hingga 2041, Luhut mengatakan hal tersebut dapat dirundingkan setelah kesepakatan resmi mengenai divestasi. "Kalau sudah 51 persen divestasi tidak ada issue (masalah), nanti teknisnya diomongin saja, apakah akan melanggar peraturan, lihat nanti," ucap Luhut.
Peraturan di Indonesia menyebutkan perpanjangan izin operasi pertambangan hanya bisa dilakukan bertahap setiap 10 tahun, bukan 20 tahun seperti keinginan PT Freeport Indonesia. Kontrak perusahaan itu sendiri akan berakhir pada 2021, tapi kepastian perpanjangan kontrak dibutuhkan demi kelancaran rencana pengembangan tambang bawah tanah.
ANTARA