Bisnis Retail Lesu, Omzet Pedagang di Glodok Tergerus

Reporter

Editor

Setiawan

Selasa, 18 Juli 2017 17:44 WIB

Suasana sepi di salah satu Pusat Perbelanjaan Glodok, Jakarta, 4 November 2016. Sejumlah pertokoan menutup tokonya terkait demo besar disekitar kawasan Istana Negara. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Jakarta - Kawasan Pusat Perbelanjaan Glodok, Jakarta Barat, sudah tampak lengang meski waktu masih menunjukkan pukul 13.35 WIB hari ini, Selasa, 18 Juli 2017.

Awalnya, kawasan Glodok dikenal sebagai pusat belanja barang kebutuhan elektronik. Namun seiring menjamurnya toko ritail di Jakarta, kawasan ini semakin sepi.

Baca: Pengusaha Beberkan Penyebab Lesunya Bisnis Retail di Tahun Ini

Tempo mencoba mereportase kawasan pusat perbelanjaan di Glodok, Pasar Jaya Lindeteves dan Glodok Lindeteves Trade Center. Menyusuri tiap lorong-lorong di Pasar Jaya, suasana tak begitu ramai.

"Nyari apa mbak, telepon ada, tivi ada," teriak salah satu pedagang. Namun teriakan itu tak dihiraukan oleh pengunjung yang lewat.

Di lantai satu Pasar Jaya Glodok juga banyak tokoyang mulai ditinggalkan pemiliknya. Informasi itu didapat dari salah satu pengusaha servis elektronik, G. Hutagalung, 61 tahun.

Menurut Hutagalung, membuka usaha di kawasan Glodok lebih banyak rugi ketimbang untung. Untuk itu, banyak yang lebih memilih menyewakan kiosnya, apakah untuk toko atau hanya sebagai gudang.

Menurut pemilik toko Ateng jaya ini, pedagang di pasar Glodok semakin berkurang setelah dibangun Plaza Glodok. Apalagi setelah dibangun Harco Mangga Dua, Cempaka Mas dan Mangga Dua Square, makin menyusut saja jumlah pedagang di pasar Glodok.

Menurut Hutagalung, banyak pedagang yang masih bertahan di kawasan perbelanjaan tertua di Jakarta ini karena harga sewa toko yang masih murah. Ia bercerita, dalam satu tahun, untuk ruko kecil berukuran 2x3 meter, harga sewanya Rp 25 juta dengan biaya daya listrik sebesar Rp 700 per bulan.

Toko Hutagalung berada di lantai dua dan cukup strategis, tapi tetap saja sekarang sepi pengunjung. "Mau ke mana lagi sekarang. Ada sih yang lebih murah dari Glodok, tapi lebih jauh lagi. Lebih susah nanti mencari pembeli," ucapnya.

Beralih ke pusat perbelanjaan yang lebih modern. Tempo menelusuri pusat perbelanjaan Glodok Lindeteves Trade Center yang berada sekitar 200 meter dari Pasar Jaya. Sekilas interior gedung ini tak jauh dengan ITC Kuningan. Namun aktivitas LTC Glodok lebih lengang.

Di pusat penjualan ritel dan elektronik ini terlihat beberapa toko yang tutup dan beralih fungsi menjadi gudang. Menurut salah satu pemilik toko elektronik, banyak pedagang yang memilih untuk hengkang dari Glodok LTC karena biaya sewa yang cukup mahal. Rata-rata dalam satu tahun, mereka harus membayar biaya sewa gedung dengan harga di kisaran Rp 35 juta hingga Rp 50 juta. "Itu tergantung dari masing-masing pemilik ruko dan penyewanya. Orang juga enggak mau ambil risiko kalau jualannya enggak laku," ucapnya.

Penjual ini mengaku memilih untuk tetap bertahan di tengah gempuran persaingan retail dan bisnis online yang memukul omset mereka. Tak ingin mengikuti arus, ia mencoba bertahan kareba baru saja berpindah dari tokonya di Harco, Mangga Dua.

Baca: Peritel Gigit Jari, Lebaran Sepi Transaksi

"Berjualan itu belum tentu untung. Harus siap kalau rugi. Memang banyak yang beralih ke bisnis online tapi saya tidak karena bisnis online itu ribet," kata pedagang yang tak mau disebutkan namanya itu.

DESTRIANITA

Berita terkait

Prediksi Ritel Tumbuh 4,2 Persen hingga Akhir 2023, Aprindo: Kalau Suasana Kondusif

16 November 2023

Prediksi Ritel Tumbuh 4,2 Persen hingga Akhir 2023, Aprindo: Kalau Suasana Kondusif

Aprindo memprediksi pertumbuhan usaha ritel nasional tumbuh hingga 4,2 persen hingga akhir tahun.

Baca Selengkapnya

Alasan 7 dari 10 Konsumen Pilih Belanja Langsung dan Daring

13 Maret 2023

Alasan 7 dari 10 Konsumen Pilih Belanja Langsung dan Daring

Penelitian mencatat tujuh dari 10 konsumen di kawasan Asia Pasifik cenderung memilih berbelanja secara daring sekaligus datang ke gerai.

Baca Selengkapnya

29 Bank Masuk BI Fast, Mewakili 87 Persen Sistem Pembayaran Ritel Nasional

29 November 2022

29 Bank Masuk BI Fast, Mewakili 87 Persen Sistem Pembayaran Ritel Nasional

Bank Indonesia (BI) mengumumkan ada jumlah peserta BI Fast kini bertambah sebanyak 29 bank.

Baca Selengkapnya

Tips buat yang Ingin Merintis Bisnis Ritel

13 November 2021

Tips buat yang Ingin Merintis Bisnis Ritel

Bisnis ritel menjadi salah satu usaha yang diminati karena biasanya menjual berbagai kebutuhan primer dan langsung kepada konsumen.

Baca Selengkapnya

Ini Bedanya Alfamart dan Indomaret

12 September 2021

Ini Bedanya Alfamart dan Indomaret

Kerap bersebelahan, ini beberapa perbedaan antara Alfamart dan Indomaret

Baca Selengkapnya

Mau Terjun ke Usaha Ritel, Jangan Lupa Perhatikan Tren

7 Maret 2021

Mau Terjun ke Usaha Ritel, Jangan Lupa Perhatikan Tren

Salah satu industri yang paling terpengaruh oleh tren terkait pandemi adalah ritel. Simak tips agar bisnis ini bisa bertahan.

Baca Selengkapnya

Gara-gara Banjir, Peritel Sulit Capai Target Omzet

3 Januari 2020

Gara-gara Banjir, Peritel Sulit Capai Target Omzet

Banjir besar di beberapa wilayah Jabodetabek membuat pengusaha ritel mengeluh rugi dan omzet penjualan melorot.

Baca Selengkapnya

11 November Diusulkan Menjadi Hari Ritel Nasional

12 November 2019

11 November Diusulkan Menjadi Hari Ritel Nasional

Aprindo mengusulkan kepada pemerintah untuk menjadikan 11 November sebagai Hari Ritel Nasional.

Baca Selengkapnya

Prospektif, Peritel Indonesia Ingin Ekspansi ke Vietnam

24 Oktober 2019

Prospektif, Peritel Indonesia Ingin Ekspansi ke Vietnam

Sejumlah minimarket atau convenience store nasional punya keinginan untuk berekspansi ke Vietnam.

Baca Selengkapnya

Yakin Tumbuh 10 Persen, Pengusaha Ritel Andalkan Ini

2 Oktober 2019

Yakin Tumbuh 10 Persen, Pengusaha Ritel Andalkan Ini

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) menargetkan pertumbuhan industri ini dapat lebih baik dibandingkan tahun lalu yang sebesar 10 persen.

Baca Selengkapnya