Hari Ini DPR Undang Ahli Bahas Perpu Keterbukaan Informasi

Reporter

Editor

Setiawan

Selasa, 18 Juli 2017 09:12 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 11 Juli 2017. Rapat tersebut membahas perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL). Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mendengar pendapat pakar, akademisi, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), serta industri sebelum memberikan persetujuan terkait dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Baca: Aturan Keterbukaan Informasi Keuangan, Data Nasabah ...

Ketua Komisi XI Melchias Marcus Mekeng mengatakan rapat dengar pendapat akan digelar Selasa, 18 Juli 2017. "Kami akan memanggil para ahli dan akademisi untuk rapat dengar pendapat terkait dengan AEoI (automatic exchange of information)," katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017.

Mekeng menuturkan DPR akan mendengar pendapat dari mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, serta mantan wakil presiden Boediono. Veteran bankir, Arwin Rasyid, dan mantan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hadi Poernomo, juga diundang.

Komisi XI juga mengundang Kadin dan perwakilan industri lain, di antaranya Apindo, Perbanas, Dewan Asuransi, dan Bursa Efek Indonesia. Komisi juga mengundang Asosiasi Pengelola Reksadana Indonesia, Asosiasi Bank Kustodian Indonesia, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia, dan Asosiasi Dana Pensiun.

Mekeng berujar keputusan Komisi XI akan ditetapkan sepekan kemudian. "Minggu depan akan ada penetapan, bisa disetujui atau ditolak," ujarnya.

Pemerintah meminta Komisi XI DPR menyetujui Perpu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan beleid tersebut diperlukan untuk memenuhi persyaratan penerapan AEoI pada September 2018. Negara yang sepakat mengimplementasikan AEoI wajib menyediakan legislasi domestik setingkat undang-undang (primer) dan turunannya (sekunder).

Aturan tersebut harus dipenuhi paling lambat 30 Juli 2017. "Negara yang belum memiliki kerangka hukum tersebut akan dikategorikan menjadi negara yang gagal memenuhi komitmen," kata Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin. Meski sudah diundangkan Presiden pada 8 Mei, beleid tersebut masih butuh persetujuan DPR.

Baca: DPR: Keterbukaan Informasi Pajak Picu Keresahan

Sri Mulyani menyatakan kegagalan mengambil langkah cepat dan tepat untuk menerbitkan legislasi primer akan merugikan Indonesia. Indonesia bisa dikategorikan sebagai non cooperative jurisdiction. Dampaknya, dunia internasional akan menilai Indonesia tidak berada di level sama dengan negara yang telah memenuhi komitmen AEoI. "Indonesia akan dicap sebagai negara yang tidak transparan, tempat pencucian uang, dan tujuan penyimpanan pendanaan terorisme," ucapnya.

VINDRY FLORENTIN

Berita terkait

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

4 jam lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

Akhir-akhir Ini Jadi Sorotan, Apa Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?

6 jam lalu

Akhir-akhir Ini Jadi Sorotan, Apa Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?

Banyak masyarakat yang mempertanyaan fungsi dan tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai lantaran beberapa kasus belakangan ini.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

9 jam lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

11 jam lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

1 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

2 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Jenis-Jenis Sumber Penerimaan Negara Indonesia, Mana yang Terbesar?

2 hari lalu

Jenis-Jenis Sumber Penerimaan Negara Indonesia, Mana yang Terbesar?

Berikut ini rincian tiga jenis sumber penerimaan utama negara Indonesia beserta jumlah pendapatannya pada 2023.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

2 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

5 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

5 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya