TEMPO.CO, Jakarta - Produsen kertas menghadapi tantangan berat untuk meningkatkan penjualan di pasar internasional. Negara tujuan ekspor kertas mulai memproteksi masuknya kertas Indonesia atas tuduhan praktik dumping.
Baca: Industri Kertas Impor Bahan Baku Keping Kayu Rp 1,3...
“Persaingan bisnis kertas jadi semakin berat. Negara tujuan ekspor menjadi cenderung lebih proteksionis,” ujar Wakil Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia Rusli Tan kepada Bisnis, Minggu, 28 Mei 2017.
Menurut Rusli, Ameriksa Serikat dan Australia sudah memberlakukan proteksi dengan mengenakan bea masuk antidumping terhadap kertas asal Indonesia. Besaran tarif yang dikenakan 20-70 persen dari nilai produk. “Tentu kami khawatir kalau negara tujuan ekspor lain nantinya mengikuti,” ujar dia.
Badan Pusat Statistik mencatat adanya penurunan pada nilai ekspor kertas pada April 2017 sebesar 1,2 persen. Nilai ekspor kertas pada April senilai US$ 301,7 juta. Bulan sebelumnya, nilai ekspor kertas mampu mencapai US$ 305,5 juta.
Ekspor kertas secara kumulatif periode Januari-April 2017 senilai US$ 1,17 miliar. Nilai ekspor itu masih mencatatkan pertumbuhan 4,9 persen year on year dibanding periode yang sama tahun lalu senilai US$ 1,12 miliar.
Sedangkan nilai ekspor pulp atau bubur kertas pada April 2017 tercatat senilai US$ 144,4 juta, atau merosot 30,2 persen dibandingkan Maret 2017 senilai US$ 207,1 juta. Ekspor pulp secara kumulatif pada periode Januari-April 2017 senilai US$ 614 juta, atau naik 10,7 persen year on year.
Produsen kertas masih mempertahankan target pertumbuhan produksi sebesar 3 persen dan ekspor sebesar 8 persen pada tahun ini. Industri melihat potensi kenaikan penjualan domestik menjelang Lebaran.
Kenaikan permintaan domestik saat periode tersebut ditopang oleh kenaikan kebutuhan terhadap kertas karton pengemasan makanan.
Rusli menyatakan industri kertas kini pada dasarnya menghadapi dua tantangan utama untuk menggenjot pertumbuhan produksi, yaitu perubahan kondisi pasar internasional dan perkembangan digitalisasi. “Maka sebenarnya yang perlu dilakukan adalah dengan mengefisiensi struktur biaya.”
Permasalahannya, industri kertas bukan sektor industri yang menikmati insentif penetapan harga gas US$ 6 per MMbtu. Menurut Rusli, komponen biaya energi merupakan struktur biaya tertinggi di industri kertas. Penetapan harga gas yang lebih kompetitif di kisaran US$ 3 per MMbtu dia yakini dapat mengefisiensi biaya produksi hingga 20 persen.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto menyatakan Indonesia memiliki peluang besar untuk mengembangkan industri pulp and paper karena ketersediaan bahan baku yang melimpah.
Indonesia merupakan negara pengekspor kertas terbesar keenam di dunia dengan kapasitas produksi kertas nasional sebesar 12,98 juta ton per tahun.
Baca: BPS: Produksi Industri Tekstil dan Minuman di Awal Tahun Menurun
Sedangkan kapasitas terpasang industri pulp diperkirakan naik 30 persen menjadi menembus 10 juta ton per tahun dari 7,93 juta ton pada tahun lalu. Saat ini tercatat 84 perusahaan yang bergerak di subsektor industri pulp and paper di Indonesia.
BISNIS.COM
Berita terkait
17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara
7 jam lalu
BPS mencatat hanya 169 wisatawan mancanegara yang menggunakan 17 Bandara yang kini turun status menjadi Bandara domestik.
Baca SelengkapnyaBPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik
10 jam lalu
Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi pada momen Lebaran atau April 2024 sebesar 3 persen secara tahunan.
Baca SelengkapnyaNeraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?
10 hari lalu
Indonesia memperpanjang rekor surplus neraca perdagangan dalam 47 bulan terakhir pada Maret 2024
Baca SelengkapnyaTerkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka
10 hari lalu
Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.
Baca SelengkapnyaImpor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik
10 hari lalu
BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.
Baca SelengkapnyaBPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen
10 hari lalu
Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.
Baca SelengkapnyaBPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan
10 hari lalu
BPS menilai dampak konflik geopolitik antara Iran dan Israel tak berdampak signifikan terhadap perdangan Indonesia. Begini penjelasan lengkapnya.
Baca SelengkapnyaSurplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit
10 hari lalu
Surplus perdagangan Indonesia pada Maret 2024 tembus US$ 4,47 miliar. Surplus 47 bulan berturut-turut.
Baca SelengkapnyaTimur Tengah Memanas, BPS Beberkan Sejumlah Komoditas yang Harganya Melonjak
10 hari lalu
Badan Pusat Statistik atau BPS membeberkan lonjakan harga komoditas akibat memanasnya tekanan geopolitik di Timur Tengah.
Baca SelengkapnyaPenerbangan Internasional di Bandara Sultan Hasanuddin Airport Makassar Meningkat 8,29 Persen
28 hari lalu
Aktivitas penerbangan internasional yang datang, berangkat, dan transit di Bandara Sultan Hasanuddin Airport Makassar pada Februari 2024 meningkat.
Baca Selengkapnya