Bi Izinkan Pedagang Transaksi Valuta Asing di Perbatasan RI-PNG
Editor
Rully Widayati
Sabtu, 13 Mei 2017 05:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia mengizinkan seorang pedagang yang selama ini menggeluti usaha penukaran mata uang asing di Skouw, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua, yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini, untuk bertransaksi valuta asing secara resmi.
Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua Joko Supratikto, di Jayapura, Jumat, 12 Mei 2017, mengungkapkan pihaknya telah menerbitkan izin bagi seorang pedagang untuk melakukan transaksi valuta asing di perbatasan RI-PNG.
"Ada satu pedagang yang sudah lama berdagang di pasar batas yang sudah kita beri izin karena dia memiliki kemampuan untuk melakukan transaksi penukaran valuta asing," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya juga akan berusaha menambah jumlah titik penukaran uang asing di wilayah perbatasan Skouw, Kota Jayapura.
Baca:
Pekan Depan, Cina Cairkan Pinjaman Kereta Cepat Rp 13 Triliun
Jalan Trans-Papua Kemungkinan Tersambung Tahun Depan
Luhut: Jika Terbukti Merusak, Freeport Harus Perbaiki Lingkungan
Hal tersebut dilakukan agar masyarakat Papua Nugini yang kerap berbelanja di pasar perbatasan tidak lagi menggunakan mata uang Kina (mata uang PNG).
Joko menyebut selain pedagang tersebut, kini BRI juga sudah menambah titik layanan penukaran mata uang asing di sekitar Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw.
"Nantinya selain Teras BRI, BRI yang keliling juga akan secara rutin ke perbatasan," kata dia.
Dia menegaskan sesuai Surat Edaran BI (SEBI) Nomor 17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015, tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, seharusnya para pedagang maupun pembeli sudah tidak diperbolehkan menggunakan Kina ketika bertransaksi di Pasar perbatasan Skouw.
Namun ia menyadari penerapan aturan tersebut memerlukan waktu dan diperlukan sosialisasi secara berkesinambungan.
"Sebenarnya ini sudah ditetapkan dalam UU bahwa penggunaan mata uang asing dalam transkasi di wilayah NKRI itu termasuk pelanggaran terhadap ketentuan, jadi sebenarnya bisa ada tindakan hukum yang bisa dilakukan. Tapi itu tidak ingin kita lakukan secara frontal, tapi pelan-pelan," ujar Joko.
ANTARA