Presiden Republik Indonesia Joko Widodo saat meninjau rumah murah di Villa Kencana Cikarang, Jawa Barat, 4 Mei 2017. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. kembali menyediakan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan uang muka (down payment/DP) sekitar Rp1,12 juta dan cicilan sekitar Rp800.000 per bulan. Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lana Winayanti meminta pemerintah daerah memiliki data masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Data itu diperlukan agar kebijakan perumahan dapat disusun dengan tepat.
Saat ini, pemerintah menetapkan kriteria masyarakat berpenghasilan rendah sebagai masyarakat yang memiliki keterbatasan daya beli. Kelompok ini belum memiliki rumah dengan penghasilan maksimal Rp 4 juta untuk bantuan pembiayaan pemilikan rumah tapak dan Rp 7 juta untuk bantuan pembiayaan pemilikan rumah susun.
Menurut Lana, kriteria tersebut berlaku umum di seluruh daerah yang tersebar di Indonesia. "Padahal, biaya hidup dan standar upah minimal berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lainnya," kata Lana dalam keterangan tertulis Kementerian PUPR, Selasa, 9 Mei 2017.
Idealnya, setiap provinsi menetapkan masyarakat berpengahasilan rendah di daerahnya masing-masing berdasarkan kriteria baku yang berlaku secara nasional. "Data MBR tidak hanya memperlihatkan penghasilan dan pengeluaran rumah tangga, tapi juga jumlah keluarga, kondisi hunian, lokasi tinggal, dan profesi," ujar Lana.
Dengan data tersebut, kata Lana, pemerintah dapat menyusun kebijakan dan perencanaan perumahan yang lebih pas sehingga pada gilirannya dapat menjadi panduan bagi pembangunan perumahan. "Baik oleh pemerintah, masyarakat swadaya, dan juga pengembang," tuturnya.