Menteri Airlangga: Iklim Industri Positif Karena Pilkada Aman  

Reporter

Kamis, 20 April 2017 13:20 WIB

Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara, dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) yang baru Asman Abnur (kanan) dan Mantan Menpan-RB Yuddy Chrisnandi (kiri) pada acara serah terima jabatan di Kantor Kemenpan-RB, Jakarta 27 Juli 2016. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto optimistis iklim perindustrian di wilayah Jakarta dan sekitarnya akan tetap berjalan dengan baik meski akan terjadi pergantian kepala daerah DKI Jakarta. Dari Basuki Tjahaja Purnama, kursi pimpinan nomor satu itu akan menjadi milik Anies Baswedan.

“Kalau untuk lingkungan industri sih kami rasa positif, karena sinyal ini, selama proses pemilu, tidak ada yang terganggu, baik itu invesment di sektor industri, tetap berjalan seperti biasa,” kata Airlangga dalam acara Indonesia Summit di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Kamis, 20 April 2017.

Baca: Pilkada DKI, Menhub: PR Gubernur Membenahi Transportasi Massal

Menurut Airlangga, adanya proses demokrasi pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang berjalan damai dan aman kemarin cukup memberikan sinyal positif. Sinyal tersebut membuktikan proses demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik dan transparan.

Terlebih kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur telah saling berkomunikasi dan saling menerima hasil akhir.

Baca: Kadin: Presiden Siapkan Dana Rp 15,5 Triliun untuk Jalan Papua

“Saya kira proses demokratisasi di Indonesia telah berjalan sesuai dengan track-nya. Bapak Ahok menerima hasil akhir, saya kira dari sisi politik positif ya, ini berarti juga tidak ada intervensi dari pemerintah, dan orang di Jakarta mau menerima,” ucapnya.

Meski ibu kota negara, ia menambahkan, bukan berarti kondisi iklim industri di Jakarta mencerminkan iklim industri di Indonesia secara keseluruhan. Sebab, masih ada kota-kota lain di Indonesia yang juga menjadi penyumbang pasar industri.

Selain itu, menurut Airlangga, dengan keberadaan wakil gubernur terpilih Sandiaga Uno yang memiliki latar belakang di bidang pebisnis, iklim pemerintahan di Jakarta diyakini akan pro-bisnis.

“Artinya, latar belakang Sandi kan bisnis, dan Pak Anies sebelumnya potensinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Jadi kalau di Jakarta itu kebanyakan menjadi basis industri dan services. Saya pikir pemerintahan di Jakarta berikutnya akan pro-bisnis di bawah Anies dan Sandi,” ucap Airlangga.

DESTRIANITA

Berita terkait

Kini Impor Bahan Baku Plastik Tidak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin

3 hari lalu

Kini Impor Bahan Baku Plastik Tidak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin

Kementerian Perindustrian atau Kemenperin menyatakan impor untuk komoditas bahan baku plastik kini tidak memerlukan pertimbangan teknis lagi.

Baca Selengkapnya

Hadiri Penetapan Prabowo - Gibran sebagai Presiden dan Wapres Terpilih, Anies: Hormati Proses Bernegara

4 hari lalu

Hadiri Penetapan Prabowo - Gibran sebagai Presiden dan Wapres Terpilih, Anies: Hormati Proses Bernegara

Anies dan Muhaimin hadir dalam acara penetapan presiden wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di KPU hari ini.

Baca Selengkapnya

Pelemahan Rupiah dan IHSG Berlanjut, Airlangga: Indonesia Masih Lebih Baik

5 hari lalu

Pelemahan Rupiah dan IHSG Berlanjut, Airlangga: Indonesia Masih Lebih Baik

Kendati terjadi pelemahan rupiah, Airlangga mengklaim rupiah masih lebih baik dibanding mata uang lain. IHSG juga diklaim lebih baik dari negara lain.

Baca Selengkapnya

Airlangga Hartarto Bertemu Tony Blair Bahas IKN hingga Stabilitas Geopolitik

8 hari lalu

Airlangga Hartarto Bertemu Tony Blair Bahas IKN hingga Stabilitas Geopolitik

Tony Blair menemui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahas IKN hingga stabilitas geopolitik.

Baca Selengkapnya

Tak Khawatirkan Dampak Konflik Iran-Israel, Airlangga: Belum Ada Apa-apa

10 hari lalu

Tak Khawatirkan Dampak Konflik Iran-Israel, Airlangga: Belum Ada Apa-apa

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai masyarakat Indonesia tak perlu khawatir soal imbas konflik Iran-Israel. Dia mengatakan potensi eskalasi konflik kedua negara tersebut belum diketahui, sehingga pemerintah belum mengambil keputusan apapun.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Erick Thohir Minta Pertamina Cs Borong Dolar, KAI Buka Rekrutmen Program Management Trainee

10 hari lalu

Terkini Bisnis: Erick Thohir Minta Pertamina Cs Borong Dolar, KAI Buka Rekrutmen Program Management Trainee

Menteri BUMN Erick Thohir meminta BUMN seperti Pertamina memborong dolar AS di tengah memanasnya konflik Iran-Israel.

Baca Selengkapnya

Erick Minta Pertamina Cs Borong Dolar di Tengah Konflik Iran-Israel, Airlangga: TIdak Bijak

10 hari lalu

Erick Minta Pertamina Cs Borong Dolar di Tengah Konflik Iran-Israel, Airlangga: TIdak Bijak

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merespons soal antisipasi Menteri BUMN Erick Thohir terhadap imbas ekonomi dari konflik Iran-Israel. Erick menginstruksikan BUMN yang memiliki porsi utang luar negeri yang besar untuk segera membeli dolar Ameria Serikat dalam jumlah besar.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Cabut Pembatasan Barang TKI, Begini Bunyi Aturannya

10 hari lalu

Pemerintah Cabut Pembatasan Barang TKI, Begini Bunyi Aturannya

Sebelumnya, pemerintah membatasi barang TKI atau pekerja migran Indonesia, tetapi aturan ini sudah dicabut. Begini isi aturannya.

Baca Selengkapnya

Terpopuler Bisnis: Kritik terhadap Tiga Menteri Saksi Politisasi Bansos, 907 Ribu Kendaraan Belum Balik ke Jabodetabek

11 hari lalu

Terpopuler Bisnis: Kritik terhadap Tiga Menteri Saksi Politisasi Bansos, 907 Ribu Kendaraan Belum Balik ke Jabodetabek

Ekonom Ideas mendukung kritik Faisal Basri terhadap tiga menteri yang bersaksi soal politisasi Bansos di MK.

Baca Selengkapnya

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Tembus Rp16.100, Mirip dengan Kurs Krismon Mei 1998

12 hari lalu

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Tembus Rp16.100, Mirip dengan Kurs Krismon Mei 1998

Sejarah terulang lagi, nilai tukar rupiah melemah sampai ke titik di atas Rp16 ribu per dolar AS, sama seperti saat krisis moneter 1998.

Baca Selengkapnya