Pemerintah Diminta Gencarkan Lobi Ekspor ke AS  

Reporter

Editor

Sugiharto

Kamis, 6 April 2017 08:17 WIB

TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan pasar ekspor perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat sempat berada di posisi kedua pada 15 tahun lalu setelah Jepang. Namun, saat ini, peran Amerika sebagai pasar ekspor Indonesia mulai menurun di posisi tiga, seiring dengan berkembangnya pasar ekspor Indonesia ke negara ASEAN. Salah satunya Cina.

Dengan begitu, menurut Mirza, Indonesia seharusnya tidak masuk daftar negara yang merugikan Amerika. "Jadi, intinya, kita harus waspada. Perlu pembicaraan negosiasi dengan pemerintah Amerika untuk meyakinkan bahwa Indonesia tidak termasuk negara yang dianggap mengambil atau melakukan currency unfair trade. Itu harus bisa kita yakinkan," ujarnya di Museum Bank Indonesia, Rabu, 5 April 2017.

Baca: Harga Emas Turun, Investor Lari ke Pasar Saham

Mirza menuturkan, dalam jangka panjang, Indonesia harus meningkatkan diversifikasi ekspor ke negara-negara potensial lain, seperti Eropa dan Afrika, juga ke berbagai negara Asia lain yang sekarang tumbuh. "Mungkin 20 tahun lalu kita tidak bicara Myanmar, sekarang kita lihat Myanmar tumbuh, Vietnam dan Kamboja kita lihat tumbuh bagus, itu bisa dijadikan pasar ekspor kita," katanya.

Beberapa waktu lalu Donald Trump kembali mengeluarkan kebijakan dengan menerbitkan executive order yang mencantumkan negara-negara yang dianggap menyebabkan defisit. Dalam daftar tersebut Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu negara yang merugikan neraca perdagangan Amerika. Menurut Bank Indonesia, berdasarkan tiga kriteria yang ditetapkan, seharusnya Indonesia tidak termasuk.

Simak:
KCIC dan HSRCC Resmi Garap Kereta Cepat Jakarta Bandung
Diperbolehkan Ekspor, Harga Saham Freeport Naik 2,3 Persen

"Apakah Indonesia menyebabkan defisit Amerika sampai US$ 20 miliar, enggak, Indonesia surplusnya hanya US$ 13 miliar. Itu pun produk yang dikirim memang produk yang Amerika tidak produksi, ada garmen, tekstil. Amerika membeli produk seperti kapal terbang dan teknologi tinggi yang memang Indonesia sampai saat ini pun belum bisa produksi," ucap Mirza.

Kriteria kedua, negara disebut merugikan Amerika apabila neraca berjalannya (current account) surplus. Sedangkan ekspor dan impor barang dan jasa Indonesia ke Amerika masih defisit. Ketiga, Indonesia juga tidak termasuk negara yang melakukan intervensi valuta asing dengan cara melemahkan nilai tukar mata uang sendiri agar harga ekspor menjadi lebih murah.

Adapun Bank Indonesia melakukan intervensi dengan maksud menjaga stabilitas pasar dan tidak membuat rupiah lemah, tapi stabil. "Jadi tiga kriteria itu jelas tidak masuk. Tapi bisa saja Amerika melihat dari faktor lain, apakah ada subsidi, apakah mengenai faktor perburuhan," ucap Mirza.

DESTRIANITA


Berita terkait

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

3 hari lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

3 hari lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

3 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

5 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

6 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

6 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

7 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

7 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

7 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

8 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya