Cerita Warga Soal Ribetnya Proses Ganti Rugi Lahan Tol
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat tnr
Senin, 3 April 2017 16:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pembangunan jalan tol Manado-Bitung terkendala pembebasan lahan yang tak kunjung selesai. Tak semua masalah proyek infrastruktur pemerintah berasal dari penolakan warga yang enggan lahannya dibeli, namun juga proses pembebasan tanah yang belum jelas. Salah satunya dialami oleh Wens Kambey, Warga Desa Warga Desa Kawangkoan, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.
Genap enam bulan berlalu, ikhtiar Wens belum menuai hasil. Warga Kawangkoan ini masih harus berjuang mendapatkan uang penggantian lahan miliknya dan warga lain yang dipakai proyek jalan tol Manado-Bitung. Musababnya, sejak proyek ini resmi dimulai pada pertengahan tahun lalu, tak ada perhitungan yang jelas soal besaran uang pembebasan lahan.
Baca: Kucurkan Rp5 Triliun, Jasa Marga Bangun Tol Manado
Wens mengatakan harga yang ditawarkan berubah-ubah dan cenderung rendah. Untuk tanah warga yang lokasinya sama-sama menjadi titik lintasan jalan tol, ada yang dihargai Rp 200 ribu per meter, di bagian lain hanya Rp 60 ribu per meter. Padahal harga taksiran tanah di daerah Kawangkoan, menurut Wens, minimal Rp 250 ribu per meter.
Baca: Pembangunan Tol Manado-Bitung Dimulai
Belum lagi urusan lahan pekuburan desa yang terancam hilang lantaran jalur tol akan melintasi tengah wilayah Kawangkoan. Wens mengatakan sampai kini belum ada jalan keluar untuk pemindahan makam adat itu. Walhasil, warga terus memblokade proyek sehingga pembangunan terkatung-katung karena kontraktor jalan tol tak pernah berhasil memasukkan alat berat ke desa tersebut. ”Selama hitung-hitungan penggantian lahan dan solusi pekuburan desa ini belum selesai, kami akan menolak,” kata Wens saat ditemui Tempo, Kamis 30 Maret 2017.
Jalan tol Manado-Bitung menjadi salah satu proyek prioritas pemerintah untuk mengembangkan pembangunan infrastruktur di luar Pulau Jawa. Persoalannya, pengerjaan jalan tol ini tersendat sejak akhir tahun 2016, lalu.
Dalam pertemuan bersama Balai Pelaksana jalan Nasional XV Sulawesi Utara-Gorontalo Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pertengahan Desember tahun lalu, kendala pembebasan lahan ini sempat mengemuka.
Masalah pembebasan lahan tepatnya terjadi di ruas wilayah Maumbi-Suwaan, kilometer 0-7 dari total panjang jalan 25 kilometer. Pembebasan lahan di wilayah itu terhadang proses ganti rugi sembilan bidang tanah. Di wilayah itu, misalnya, terdapat sejumlah fasilitas umum, seperti sekolah dasar dan sekolah menengah atas, lahan pekuburan, fasilitas pemerintah dari Balai Pertanian Kementerian Pertanian, serta perkebunan milik masyarakat.
AYU PRIMASANDI | AMIRULLAH SUHADA | ANDI IBNU | ISA ANSHAR JUSUF