Sejumlah polwan mengawal supir angkutan umum dan taksi yang tergabung dalam Asosiasi Pemilik dan supir Angkot menggelar aksi mogok dan unjuk rasa di gedung DPRD Sulsel di Makassar, 6 Februari 2017. Dalam aksi mogok beroperasi ini sebagai bentuk protes dan penolakan terhadap angkot dan taksi berbasis online. TEMPO/Iqbal Lubis
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, dalam penerapan revisi Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2016 pihaknya berfungsi sebagai small adjustment. Kementerian Komunikasi bertugas memberikan sanksi pemblokiran ketika penyelenggara aplikasi online melakukan pelanggaran.
“Misalkan mereka melanggar aturan, apa yang harus dilakukan terhadap penyelenggara aplikasi. Itu nanti mekanisme mengikuti mekanisme yang sekarang, pembatasan akses atau memutuskan akses,” ujar Rudiantara di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jumat, 25 Maret 2017.
Menurut Rudiantara, ihwal peraturan akan menjadi tanggung jawab Kementerian Perhubungan sebagai pengatur transportasi. Adapun Menteri Rudiantara bertanggung jawab karena penyelenggara aplikasi kendaraan online mencari penghasilan di wilayah daring, di bawah aturan Menkominfo. Karena itu ada kesepakatan di antara dua Kementerian dalam penerapan sanksi bagi yang melanggar.
“Misalnya disepakati masalah tarif. Kalau mereka melanggar ya harus ada sanksi. Nanti dilempar ke saya untuk settle karena itu wilayah aplikasi. Kalau penerapan tarif, itu policynya pak Budi, dan saya akan support. Pemerintah cuma satu kan,” ucap Rudi.
Rudiantara membantah jika pengaturan tarif yang ditetapkan pemerintah merupakan kemunduran dalam teknologi. Menurut dia, teknologi digital memberikan ruang untuk ekonomi sharing. Namun bukan berarti bisnis tersebut harus mematikan ranah usaha dari pihak lain. “Kita harus melihat keseimbangan. Karena yang konvensional pun kan ada driver, itu harus makan. Jadi harus balancing. Optimal keduanya,” tutur Rudiantara.
Ia menambahkan, di Indonesia menganut sistem ekonomi berdasarkan Pancasila. Meski negara lain tidak mempermasalahkan tentang perang tarif antara online dan konvensional, namun di Indonesia harus diseimbangkan antara pendatang baru dan pemain lama dalam bisnis transportasi. “Karena dengan adanya teknologi harus efisien, dan pada akhirnya yang menetapkan masyarakat. Model Indonesia cukup progresif ya, tapi tetap harus menjaga keseimbangan bisnis,” tuturnya.
Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNav Indonesia, menerima kunjungan kerja Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Maria Kristi Endah Murni.