Mata uang rupiah yang baru usai diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, 19 Desember 2016. Untuk pecahan kertas, Rp 100.000 bergambarkan Ir Soekarno dan Moh. Hatta), Rp 50.000 (gambar utama Ir. H. Djuanda Kartawidjaya), Rp 20.000 (gambar utama G.S.S.J Ratulangi), Rp 10.000 (gambar utama Frans Kaisiepo), Rp 5.000 (gambar utama K.H Idham Chalid), Rp 2.000 (gambar utama Mohammad Hoesni Thamrin) dan Rp 1.000 (gambar utama Tjut Meutia). TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Jakarta - Analis senior PT Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, memprediksi nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berpotensi menguat. Rupiah diperkirakan bergerak di kisaran support Rp 13.382 dan resisten Rp 13.339 per dolar Amerika.
Menurut Reza, tren laju rupiah dalam satu bulan ini cenderung stagnan. Namun, secara intraday perdagangan, masih ada ruang bagi rupiah untuk terapresiasi. "Tingkat suku bunga 7-days reverse repo yang tidak berubah diharapkan turut membantu penguatan lanjutan dari rupiah," katanya, seperti dilansir keterangan tertulisnya, Jumat, 17 Maret 2017.
Menurut dia, rupiah memiliki kesempatan melanjutkan penguatan jika sentimen dari imbas kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika, Federal Reserve, masih bertahan. The Fed menaikkan suku bunga overnight sebesar 25 basis poin dari 0,75 persen menjadi 1 persen.
Setelah pengumuman kenaikan suku bunga, pergerakan indeks dolar Amerika berbalik melemah. "Tampaknya pelaku pasar merespons positif seiring dengan persepsi berkurangnya risiko ketidakpastian di pasar," kata Reza.
Sementara itu, Bank Sentral Cina memutuskan meningkatkan suku bunga jangka pendeknya. Pasar merespons kebijakan tersebut dengan meningkatnya kepemilikan mata uang yuan. Dampaknya, sejumlah mata uang Asia terhadap dolar Amerika terapresiasi, termasuk rupiah.
Rupiah kemarin menguat 0,04 persen ke level Rp 13.364 per dolar Amerika. Rupiah dibuka 48 poin atau 0,36 persen ke level Rp 13.316 per dolar Amerika.