The Fed Naikkan Suku Bunga, Analis Saham: Tak Perlu Panik
Editor
wawan priyanto
Kamis, 16 Maret 2017 08:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Federal Reserve Amerika Serikat pada Rabu, 15 Maret 2017, waktu setempat, memutuskan menaikkan suku bunga untuk kedua kalinya setelah Desember tahun lalu.
The Fed memutuskan menaikkan suku bunga sebanyak 25 basis poin (bps) atau 0,25 persen dari 0,75 persen menjadi 1 persen, dalam upaya mengembalikan kebijakan moneter Amerika dalam pijakan yang lebih normal.
Gubernur Bank Sentral Amerika The Fed Janet Yellen mengatakan langkah tersebut didorong keyakinan oleh pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil, penurunan tingkat pengangguran, dan keyakinan bahwa inflasi naik sesuai dengan target bank sentral.
Kepala Riset dan Analis Saham dari PT Bina Artha Securities Reza Priyambada menanggapi, kenaikan sebesar 25 bps tersebut menjawab ekspektasi dan harapan pelaku pasar.
Mengenai dampak kenaikan suku bunga The Fed terhadap pergerakan market di Indonesia, yakni pasar uang, pasar modal, dan obligasi, Reza memandang ketiganya akan cenderung stabil.
Baca: Kenaikan Suku Bunga Fed Dianggap Tak Pengaruhi Stabilitas
“Sepanjang tidak dispekulasikan dengan memanfaatkan sentimen yang ada, seharusnya akan cenderung stabil, di mana pelemahan yang terjadi beberapa hari terakhir dapat dieliminasi,” ujar Reza dalam pesan tertulisnya, Kamis, 16 Maret 2017.
Reza menambahkan, pemerintah tentunya telah bekerja sama dengan Bank Indonesia dan instansi terkait lain untuk mengantisipasi kondisi tersebut. Ia meminta para investor tidak berlebihan menganggap aliran dana asing akan hengkang dari Indonesia hanya karena kenaikan suku bunga The Fed (Fed Fund Rate/FFR) sebesar 25 bps.
“Instrumen keuangan dalam negeri telah disiapkan dan diantisipasi untuk menghadapi kenaikan ini. Toh, bukannya kenaikan ini telah diantisipasi dan diharapkan sebelumnya. Dengan demikian, tidak perlu seolah-olah panik dengan melakukan aksi jual berlebihan,” ucap Reza.
Simak: Suku Bunga The Fed Naik 2017, Ini Antisipasi BI
Ia menambahkan, The Fed tampak terlihat yakin akan perbaikan dan pemulihan ekonomi di Amerika, terutama dari sisi belanja konsumsi (consumer spending) dan ketenagakerjaan, meski di sisi lain mereka juga mencermati efektivitas dan realisasi atas kebijakan-kebijakan dari Presiden Donald Trump.
Meski ekonomi dunia masih belum stabil, Reza berharap kenaikan FFR dapat mengurangi ketidakpastian itu. “Semoga kenaikan ini menjadi sentimen yang mengurangi ketidakpastian yang terjadi selama ini serta memberikan arah yang jelas bagi IHSG, rupiah, dan pasar obligasi,” tuturnya.
DESTRIANITA