Dapat Email dari Kantor Pajak? Jangan Panik  

Reporter

Editor

Saroh mutaya

Jumat, 3 Maret 2017 05:30 WIB

Para wajib pajak tengah mendatangi Kantor Ditjen Pajak Pusat, di Jakarta, 30 September 2016. Kemudian periode III atau Januari-Maret, pemerintah mematok tarif tebusan 5 persen. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - “Jarang-jarang dapat email langsung dari KPP,” kata Fitri salah satu wajib pajak setelah mendapatkan surat elektronik dari Otoritas Pajak.

Karyawan perusahaan swasta ini mengaku kaget mendapati adanya surat elektronik (surel) dari KKP Pratama Kramat Jati Jakarta Timur yang masuk ke alamat email-nya. Maklum, beberapa waktu sebelumnya, Otoritas Pajak selalu menggunakan surel sebagai upaya untuk mengimbau wajib pajak (WP) terutama untuk mengikuti amnesti pajak.

Namun, setelah membaca lagi dengan teliti, Fitri langsung lega karena isi surel tersebut hanyalah imbauan terkait dengan penyampaian surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan (PPh), beserta denda sanksi administrasi jika setiap WP tidak melakukan kewajibannya ini. Terlebih ada ungkapan terima kasih atas pemenuhan kewajiban perpajakannya selama ini.

Sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), batas waktu penyampaian SPT tahunan PPh WP orang pribadi yakni tiga bulan setelah akhir tahun pajak. Artinya untuk Tahun Pajak 2016, pelaporan wajib dilakukan paling lambat 31 Maret 2017, bersamaan dengan berakhirnya implementasi amnesti pajak. “Aku kira ditagih, kan panik, wong selama ini bayar pajak terus. Lapor SPT juga rutin,” katanya.

Ditemui di tempat terpisah, Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP mengatakan memang DJP akan kembali mengirimkan surel berisi imbauan pelaporan SPT PPh kepada WP, terutama bagi sekitar 425.000 WP orang pribadi yang telah meminta pengampunan pajak hingga akhir 2016. Di dalamnya, lanjut dia, juga akan memuat apresiasi.

Dia meminta agar WP benar-benar melaksanakan kewajiban perpajakannya. Apalagi, bagi para peserta amnesti pajak, pelaporan SPT harus sudah mencerminkan kondisi penghasilan secara riil. Menurutnya, banyaknya harta yang dideklarasikan menjadi indikasi adanya pelaporan tidak benar - cenderung lebih kecil - selama ini.

Hestu mengatakan aspek ini menjadi krusial karena diatur dengan Pasal 18 UU No. 11/2016, jika masih ditemukan harta yang belum diungkap, harta tersebut juga dianggap sebagai tambahan penghasilan. Terhadap tambahan penghasilan WP yang sudah mengikuti pengampunan pajak ini akan dikenai pajak sesuai perundang-undangan, ditambah sanksi kenaikan sebesar 200% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar.

Sementara itu, bagi WP yang tidak mengikuti amnesti pajak, cakupan periode daluwarsa diperluas menjadi 30 tahun atau sejak 1 Januari 1985. Harta sejak tahun tersebut yang belum dilaporkan dalam SPT dianggap sebagai tambahan penghasilan dan masih dilakukan penagihan pajak.

Jika DJP menemukan data dan/atau informasi mengenai harta itu paling lama tiga tahun sejak UU Pengampunan Pajak berlaku, atas tambahan penghasilan itu dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan perundang-undangan di bidang perpajakan.

"Kalau ketemu harta kan kita enggak perlu memeriksa seluruhnya. Pasal 18 kita kan seperti itu. Ketemu harta kan hanya menetapkan harta tadi nilainya berapa langsung dikenakan pajak," katanya.

Hestu mengakui imbauan-imbauan melalui surel terbukti efektif. Apalagi, saat imbauan surel untuk keikutsertaan amnesti pajak beberapa waktu direspons masyarakat dengan cepat. Walaupun demikian, dia mengakui harus ada peningkatan kualitas dan validitas data olahan yang akan disampaikan kepada WP.

Ketika dimintai tanggapan, Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai respons salah satu WP terhadap surel dari DJP itu sebenarnya representasi dari bawah sadar atau persepsi publik. Selama ini, persepsi WP tentang pajak -dalam hal ini menyatu dengan kelembagaan DJP - masih sebagai momok yang menakutkan.

Jika pengiriman imbauan lewat surel lebih efektif, menurutnya, DJP bisa memulai dengan lebih komunikatif dan persuasif sehingga benar-benar menempatkan masyarakat sebagai mitra. Hal ini diharapkan mengikis potensi kegaduhan yang tidak substansial.

“Jangan hanya berkomunikasi saat ada event pajak yang bersifat wajib, tapi bisa dilakukan lebih rutin, misalnya, sekadar menyapa, menawarkan bantuan, atau di hari raya," katanya.

Bisa jadi, aspek ini juga penting dalam menyusun rencana reformasi pajak pascaimplementasi tax amnesty. Lagi-lagi, semua dimulai dari komunikasi dan kepercayaan.
BISNIS

Berita terkait

Ditjen Pajak Beberkan Simulasi Perhitungan THR dan Bonus dengan Skema Tarif Efektif Rata-rata PPh 21

31 hari lalu

Ditjen Pajak Beberkan Simulasi Perhitungan THR dan Bonus dengan Skema Tarif Efektif Rata-rata PPh 21

Ditjen Pajak membeberkan simulasi perhitungan THR dan bonus berdasarkan skema penghitungan PPh Pasal 21 terbaru yakni dengan skema TER.

Baca Selengkapnya

Benarkah Skema Baru Pajak Buat THR dan Bonus yang Diterima Pekerja jadi Lebih Kecil?

31 hari lalu

Benarkah Skema Baru Pajak Buat THR dan Bonus yang Diterima Pekerja jadi Lebih Kecil?

Warganet ramai membicarakan pengenaan PPh pasal 21 dengan skema terbaru membuat nilai THR dan bonus pekerja langsung menciut. Benarkah?

Baca Selengkapnya

Mendekati Batas Akhir Lapor SPT Pajak, Apa Saja Dokumen yang Perlu Disiapkan?

36 hari lalu

Mendekati Batas Akhir Lapor SPT Pajak, Apa Saja Dokumen yang Perlu Disiapkan?

Pemerintah menetapkan bahwa wajib pajak lakukan lapor SPT Pajak paling lambat yakni pada 31 Maret. Siapkan dokumen ini.

Baca Selengkapnya

Penerimaan Pajak Capai Rp 149,25 Triliun pada Januari 2024, Sri Mulyani: 7,5 Pesen dari Target

23 Februari 2024

Penerimaan Pajak Capai Rp 149,25 Triliun pada Januari 2024, Sri Mulyani: 7,5 Pesen dari Target

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan pajak mencapai Rp 149,25 triliun per Januari 2024.

Baca Selengkapnya

Terkini: Data Anggaran Pertahanan Yang Diminta Anies-Ganjar Bukan Rahasia, Risiko Rasio Utang 50% Terhadap PDB

9 Januari 2024

Terkini: Data Anggaran Pertahanan Yang Diminta Anies-Ganjar Bukan Rahasia, Risiko Rasio Utang 50% Terhadap PDB

Data anggaran pertahanan yang diminta Anies dan Ganjar bukan rahasia. Ada bahaya dan risiko jika rasio utang tembus 50% terhadap PDB.

Baca Selengkapnya

Meluncur Pertengahan 2024, DJP Uji Core Tax Integrasikan NIK Jadi NPWP

9 Januari 2024

Meluncur Pertengahan 2024, DJP Uji Core Tax Integrasikan NIK Jadi NPWP

DJP terus menguji kesiapan implementasi core tax system sebagai syarat untuk mengitegrasikan NIK menjadi NPWP.

Baca Selengkapnya

Aturan Berubah, DJP Tegaskan Tak Ada Pajak Penghasilan Baru untuk Karyawan

8 Januari 2024

Aturan Berubah, DJP Tegaskan Tak Ada Pajak Penghasilan Baru untuk Karyawan

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan tidak ada pajak penghasilan baru untuk karyawan. Perubahan aturan hanya untuk memudahkan penghitungan.

Baca Selengkapnya

Hanum Mega Pamer Gepokan Duit, Apa Tindakan Ditjen Pajak?

8 Januari 2024

Hanum Mega Pamer Gepokan Duit, Apa Tindakan Ditjen Pajak?

Akun TikTok Ditjen Pajak sempat mengomentari video selebgram Hanum Mega yang memamerkan gepokan uang pecahan Rp 50.000.

Baca Selengkapnya

Dirjen Pajak Sebut Aturan Baru Pajak Karyawan Tak Sasar Kalangan Tertentu

3 Januari 2024

Dirjen Pajak Sebut Aturan Baru Pajak Karyawan Tak Sasar Kalangan Tertentu

Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menyatakan aturan baru pajak penghasilan untuk wajib pajak orang pribadi alias PPh 21 tak menyasar kalangan tertentu.

Baca Selengkapnya

Begini Perhitungan Pajak Karyawan dari Aturan Baru

1 Januari 2024

Begini Perhitungan Pajak Karyawan dari Aturan Baru

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan.

Baca Selengkapnya