Sektor Pertanian Bisa Jadi Andalan Atasi Ketimpangan  

Reporter

Editor

Abdul Malik

Senin, 27 Februari 2017 11:27 WIB

Ilustrasi Fakta Ketimpangan Ekonomi

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah harus memfokuskan pembangunan di sektor pertanian dan industri pengolahan untuk mengatasi ketimpangan ekonomi. Kedua sektor ini mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dibanding sektor lain, seperti keuangan.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, mengatakan ketimpangan ekonomi semakin tinggi sejak krisis 1997. Kondisi ini dipicu kebijakan ekonomi pemerintah yang mayoritas terpusat pada sektor keuangan. Akibatnya, fokus pemerintah terhadap pemerataan kesejahteraan terabaikan.

Baca: Sebelum Raja Saudi Datang, Darmin Bawa Delegasi ke Iran

Menurut dia, pada saat reformasi dilakukan, pemerintah berfokus pada penyehatan sektor keuangan. “Di sektor ini, penyerapan tenaga kerjanya kecil. Akhirnya, pengangguran masih tinggi,” kata Eko kepada Tempo, Ahad, 26 Februari 2017.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan rasio Gini pada 2016 turun 0,01 persen menjadi 0,40 dibanding pada rentang 2011–2015 sebesar 0,41 persen. Data ini menunjukkan standar pemerataan pendapatan dan kekayaan dengan level 0 hingga 1. Semakin besar nilainya, ketimpangan semakin tinggi.

Menurut Eko, ketimpangan Indonesia masih dalam kategori sedang. Kendati demikian, level ini memiliki potensi konflik lebih rawan dibanding negara dengan rasio Gini rendah. “Negara dengan indeks Gini 0,4 mempunyai potensi konflik meningkat 50 persen. Kalau dibiarkan, lama-lama bisa mengancam persatuan,” kata Eko.

Baca: Pemerintah Siapkan Inalum untuk Kelola Freeport

Berdasarkan analisis Indef, ketimpangan terus terjadi lantaran sebagian besar lahan dan aset dikuasai korporasi. Individu miskin tak mampu memiliki aset untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Petani, misalnya, rata-rata hanya memiliki sawah seluas 0,3 hektare. Sebagian besar pekerja di Jakarta harus tinggal di kota lain lantaran jumlah lahan yang terbatas dan harga properti mahal.

Akhir pekan lalu, laporan Internatioal NGO Forum on Indonesian Development (Infid) dan Oxfam mengungkapkan, jumlah orang kaya Indonesia terus bertambah dari satu orang pada 2002 mencapai 20 orang pada 2016. Kekayaan total empat orang di antaranya mencapai US$ 25 miliar atau lebih dari kekayaan 100 juta penduduk termiskin.

Dari bunga kekayaan saja, para triliuner ini meraup keuntungan lebih dari 1.000 kali lipat pengeluaran rakyat Indonesia termiskin selama setahun. Kekayaan yang mereka dapatkan setahun terhitung dapat menghapus kemiskinan ekstrem di Indonesia. “Jika ketimpangan tidak segera diatasi, upaya keras pemerintah menurunkan kemiskinan akan terhambat dan bisa menyebabkan ketidakstabilan di masyarakat,” kata Direktur Infid Sugeng Bahagijo, akhir pekan lalu.

PUTRI ADITYOWATI | DESTRIANITA

Berita terkait

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

8 hari lalu

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.

Baca Selengkapnya

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

11 hari lalu

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Meski tidak bersinggungan secara langsung dengan komoditas pangan Indonesia, namun konflik Iran-Israel bisa menggoncang logistik dunia.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

12 hari lalu

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

Di tengah konflik Iran-Israel, pemerintah mesti memprioritaskan anggaran yang bisa membangkitkan sektor bisnis lebih produktif.

Baca Selengkapnya

Imbas Perang Iran-Israel terhadap Ekonomi Indonesia

16 hari lalu

Imbas Perang Iran-Israel terhadap Ekonomi Indonesia

Serangan balasan Iran terhadap Israel meningkatkan eskalasi konflik di Timur Tengah. Ketegangan ini menambah beban baru bagi ekonomi Indonesia.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

43 hari lalu

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

Ekonom Indef, Didin S. Damanhuri sangat prihatin atas dugaan korupsi yang terendus di lingkaran LPEI. Padahal, kata dia, ekspor adalah andalan pemerintahan Jokowi

Baca Selengkapnya

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

43 hari lalu

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

Kebijakan PPN di Tanah Air diatur dalam Undang-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Selengkapnya

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

44 hari lalu

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus membandingkan besaran tarif PPN di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

44 hari lalu

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

Indef menyatakan penjual akan reaktif terhadap kenaikan PPN.

Baca Selengkapnya

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

44 hari lalu

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

Indef membeberkan dampak kenaikan pajak pertabambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

57 hari lalu

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengungkapkan kriteria ideal Menkeu seperti apa yang dibutuhkan oleh Indonesia di masa mendatang.

Baca Selengkapnya