Penyandang disabilitas dari Yayasan Difabel Mandiri Indonesia (YDMI) mengamati pergerakan harga saham saat mengikuti Sekolah Pasar Modal bagi Difabel di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 18 Januari 2017. Pelatihan ini mengenalkan investasi melalui jual beli saham bagi kaum difabel. Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Harga saham di bursa saham New York, Amerika Serikat, terpangkas oleh sentimen turunnya harga minyak dan ketidakmenentuan dalam kebijakan ekonomi Presiden Donald Trump.
Indeks patokan S&P 500 tertekan setelah sempat merangsek naik pada penutupan Jumat pekan lalu.
Harga saham Amerika terus berfluktuasi sejak Trump terpilih sebagai Presiden Amerika pada November lalu. Pasar sempat diselimuti ekspektasi positif akan adanya stimulus fiskal dan deregulasi pasar di bawah pemerintahan Trump.
Namun optimisme ini menyurut karena pasar kini menantikan detail-detail kebijakan ekonomi Trump. Demikian dikatakan Ernie Cecilia dari Bryn Mawr Trust, Pennsylvania. "Pasar bergerak baik sekali karena terangkat faktor stimulus itu," katanya. "Kini kami memerlukan perincian dalam pemangkasan pajak dan regulasi."
Indeks patokan Dow Jones Industrial Average terpangkas 34 poin atau 0,17 persen untuk ditutup pada 20.037,46 poin, sedangkan indeks S&P 500 tergerus 7,24 poin atau 0,32 persen pada 2.290,18 poin. Sementara itu, indeks Nasdaq tertekan 11,27 poin atau 0,2 persen pada 5.655,50 poin.
Para ekonom Goldman Sachs menyatakan stimulus fiskal mungkin mendorong Amerika pada 2018, bukan tahun ini. Sebab, risiko ekonomi tidak begitu positif memasuki 2017 ini, sementara agenda pro-pertumbuhan Trump akan terganggu dampak negatif pembatasan perdagangan dan imigrasi.
"Ada kekhawatiran menyangkut reaksi buruk dari kebijakan proteksionis yang dikeluarkan Washington, di mana negara-negara lain dan investor ingin mendapatkan kepastian," kata Adam Sarhan, CEO 50 Park Investments, seperti dikutip Reuters.
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.