TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian tengah berencana menekan harga gas dalam negeri dengan cara membuat regulasi untuk melakukan impor gas.
Muhammad Khayam, Direktur Kimia Hulu pada Kemenperin optimistis regulasi tersebut dapat menekan harga gas dalam negeri. Menurutnya, regulasi tersebut hanya sementara sampai harga gas dalam negeri stabil.
"Jadi nanti industri memiliki alternatif untuk mendapatkan gas dengan harga yang kompetitif," tuturnya dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (3 Februari 2017).
Menurutnya, pemerintah akan mengoptimalkan pasokan gas di dalam negeri, dengan demikian maka impor gas tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
"Impor gas tetap berdasarkan hukum suplai dan permintaan, dengan demikian, industri tidak boleh mengimpor gas terlalu banyak, sehingga gas dalam negeri tidak laku," katanya.
Dia menjelaskan, pemerintah juga telah menambah dua sektor baru yang menerima pengurangan harga gas yakni industri keramik dan kaca lembaran.
"Harga gas untuk dua sektor itu kemungkinan sekitar US$7 per mbbtu, yang terdiri atas US$6 per mmbtu harga gas dan US$1 per mmbtu untuk toll fee," tukasnya.
Sebelumnya, delapan perusahaan manufaktur mendapatkan gas murah mulai Januari 2017. Mereka adalah PT Kaltim Parna Industri, PT Kaltim Methanol Industri, PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim), PT Pupuk Kujang Cikampek, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri), PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT Petrokimia Gresik (PG), dan PT Krakatau Steel Tbk (KS).
Perusahaan-perusahaan itu bergerak di industri petrokimia, pupuk, dan baja. Gas murah untuk tiga industri itu diatur Permen ESDM 40/2016, yang merupakan aturan teknis Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Perpres itu merupakan tindak lanjut dari insentif penurunan harga gas dalam Paket Kebijakan Ekonomi III yang dirilis Oktober 2015.