Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) bersama Presiden Asian Development Bank (ADB) Takehiko Nakao (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di kantor Presiden, Jakarta, 1 Februari 2017. ADB mengapresiasi pemerintah Indonesia yang telah menempuh kebijakan ekonomi di tengah ketidakpastian keuangan global. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral telah mengirim surat ke kementeriannya terkait dengan usulan bea keluar ekspor konsentrat. Menurut dia, usulan tersebut akan diformulasikan ke dalam Peraturan Menteri Keuangan.
"Kami akan formulasikan di PMK dalam beberapa hari ini. Sebelum keluar, saya tidak akan membuat statement. Pasti akan keluar sebentar lagi karena tadi malam saya sudah lihat," kata Sri Mulyani saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat, 3 Februari 2017.
Beberapa waktu lalu, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 serta turunannya, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 5 Tahun 2017, diteken. Peraturan tersebut merupakan hasil revisi keempat terhadap aturan mengenai kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara.
Aturan itu mengharuskan perusahaan pemegang kontrak karya beralih status menjadi pemegang izin usaha pertambangan khusus dan membangun smelter. Mereka juga diwajibkan membayar bea keluar maksimum 10 persen sebagai kompensasi pelaksanaan komitmen pembangunan smelter.
Peraturan itu memungkinkan perusahaan pengekspor konsentrat melakukan perencanaan investasi dalam jangka panjang. Pemerintah pun mendapatkan kepastian dari sisi porsi penerimaan negara. "Apakah dari sisi pajak, PPh, PPN, PBB, dan royalti yang perlu dibayarkan," kata Sri Mulyani.