Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah tinggal di kawasan Citayam, Bogor, (18/08). Dengan turunnya bunga kredit KPR dari sejumlah bank pemerintah, permintaan pada sektor properti mulai membaik. Foto: TEMPO/Ayu Ambong
TEMPO.CO, Mataram - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) Cabang Mataram memberikan ruang bagi pekerja nonformal di Nusa Tenggara Barat untuk mengakses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi dengan syarat memiliki penghasilan layak. “KPR bersubsidi untuk yang belum punya rumah. Pekerja nonformal juga bisa tapi harus memenuhi syarat," kata Branch Manager BTN Cabang Mataram Elvis Syahri di Mataram, Ahad, 29 Januari 2017.
Menurut Elvis, pekerja nonformal bisa mengajukan permohonan KPR bersubsidi dengan melampirkan surat keterangan belum memiliki rumah dan surat keterangan usaha dari kepala desa atau lurah. “Setelah permohonan diverifikasi, nanti kami akan melakukan pengecekan lapangan. Minimal penghasilannya bisa memenuhi cicilan KPR subsidi sebesar Rp 800 ribu per bulan," ujarnya.
Elvis mengatakan peminat KPR BTN subsidi di Nusa Tenggara Barat, relatif bagus. Hal itu dibuktikan dengan realisasi penyaluran dana Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang mencapai 235 persen atau sebesar Rp 95 miliar pada 2016.
Program FLPP yang dilaksanakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bekerja sama dengan perbankan bertujuan membantu masyarakat berpenghasilan rendah mengakses KPR. "Untuk tahun 2017 kami belum menerima target penyaluran. Nanti menunggu selesai rapat kerja wilayah," katanya.
KPR BTN subsidi adalah kredit pemilikan rumah program kerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan suku bunga rendah dan cicilan ringan dan tetap sepanjang jangka waktu kredit.
Ketua Realestat Indonesia (REI) Nusa Tenggara Barat Miftahudin Ma'ruf mengatakan pihaknya terus memperjuangkan agar pekerja nonformal bisa mendapatkan kemudahan mengakses KPR subsidi. Sebab, para pekerja nonformal memiliki kemampuan untuk membayar cicilan setiap bulan sebesar Rp 800 ribu, tapi kesulitan dari sisi administrasi yang dibutuhkan bank.
"Makanya kami juga memikirkan bagaimana polanya. Mungkin bisa membentuk asosiasi yang mewadahi, kemudian kita fasilitasi dengan pihak bank," katanya.