Komnas Pengendalian Tembakau Desak Pemerintah Aksesi FCTC  

Reporter

Jumat, 6 Januari 2017 11:29 WIB

Ilustrasi Tembakau. Getty Images

TEMPO.CO, Surabaya -- Komisi Nasional Pengendalian Tembakau menyatakan memiliki resolusi 2017 yaitu Pemerintah Indonesia harus mengaksesi FCTC. Widyastuti Soerojo dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia--salah satu organ Komnas PT--mengatakan Indonesia harus aksesi FCTC karena saat ini industri rokok nasional dikuasai asing.


Dimulai dari dibelinya saham HM Sampoerna oleh Philip Morris International pada 2005, empat tahun kemudian masuk Brithis American Tobacco pada 2009, kemudian berturut pada 2011, 2012 dan 2014 masuk perusahaan rokok asal Korea KT&J, Japan Tobacco Internasional dan Internasional Tobacco Asia. "Kenapa banyak perusahaan asing karena regulasi kita tidak tegas, karena itu Indonesia harus aksesi FCTC," kata dia, Kamis 5 Januari 2017, dalam workshop FCTC yang digelar AJI Surabaya dan Komnas PT di Hotel Ibis.



Adapun FCTC kepanjangan dari Framework Convention on Tobacco Control atau kerangka kerja pengendalian tembakau. FCTC adalah penjanjian internasional yang digagas badan kesehatan dunia WHO.

Regulasi yang lemah, kata Widyastuti, membuat perusahaan asing memandang Indonesia sangat prospek untuk pasar rokok masa depan. Dampaknya, produksi rokok di Indonesia tak terkendali. Pada 2005, produksi rokok masih 235 miliar batang per tahun. Pada 2013 meningkat menjadi 346 miliar batang. "Padahal, target awal pemerintah produksi rokok antara 2015-2020 adalah 260 miliar batang, target ini sudah terlampaui," tuturnya.



Advertising
Advertising

Baca juga:
Cinta Laura Ada di Majalah Pria Dewasa, Ini Kata Netizen
Wiranto: Anggota Badan Cyber Nasional Tak Sembarangan


Widyastuti menambahkan, produksi rokok yang tidak terkendali itu, sejalan dengan pertumbuhan perokok pemula di Indonesia. Data BPS menyebutkan pada 2013 jumlah perokok pemula usia 10-14 tahun mencapai 3,9 juta atau rata-rata 10 ribu orang per hari. Sedangkan pertumbuhan perokok muda usia 15-19 tahun mencapai 12,5 juta jiwa atau rata-rata 34 ribu orang per hari. Bagi Widyastuti, fakta ini menunjukkan perusahaan rokok mengincar generasi muda sebagai pangsa pasar potensial di masa depan. "Ini harus dicegah, salah satunya Indonesia harus meratifikasi FCTC," tutur dia.

Data WHO menyebutkan saat ini sudah ada 180 negara di dunia yang meratifikasi FCTC. Termasuk empat negara penghasil tembakau terbesar di dunia yaitu China, Brasil, India dan Zimbabwe. Dan di kawasan Asia, hanya Indonesia yang tidak meratifikasi FCTC. Alasannya, Pemerintah Indonesia menilai beleid FCTC bisa merugikan petani tembakau, bisa menimbulkan PHK buruh rokok serta rawan kepetingan Asing.

Widyastuti menjelaskan, alasan-alasan untuk menolak ratifikasi FCTC terkesan mengada-ada. Sebab, data perdagangan internasional menunjukkan FCTC tidak memengaruhi produksi tembakau di negara-negara penghasil tembakau terbesar di dunia. Sebaliknya, produksk tembakau mereka meningkat.

Dia mencontohkan China, negeri komunis ini meratifikasi FCTC pada 2006. Pada 2002 produksi tembakau China di angka 2,4 juta ton, sepuluh tahun kemudia produksinya mencapai 3,2 juta ton di 2012. Begitu pun Brasil, pada 2002 produksi tembakau negeri samba ini hanya 654 ribu ton, pada 2012 naik menjadi 810 ribu ton. India yang semula produksi tembakaunya 575 ribu ton pada 2002, naik menjadi 875 ribu ton setelah negeri Bollywood ini meratifikasi FCTC pada 2005. "Ini bukti, FCTC tidak memengaruhi produksi tembakau di negara yang meratifikasinya, jadi kekhawatiran indonesia tidak beralasan," tutur dia.



Baca:
183 Negara Setuju FCTC, Jokowi: Indonesia Jangan Ikut-ikutan
Presiden Minta Impor Tembakau Dikurangi



Sebaliknya, Widyastuti melanjutkan, produksi tembakau Indonesia tidak meningkat meski tidak meratifikasi FCTC. Rata-rata produksi tembakau dalam negeri hanya 167 ribu ton per tahun. Jumlah ini tidak memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga Indonesia harus impor tembakau luar rata-rata 248 ribu ton per tahun.



Menurut dia, produksi tembakau Indonesia tidak meningkat karena luas lahan tembakau tidak bertambah, malah berkurang. Sejak tahun 1975 hingga 2015, luas areal tembakau dikisaran 197 hingga 198 ribu hektar. "Kalau impor tidak terkendali, produksi tembakau kita sulit naik," ujarnya.

Apalagi, harga tembakau di Indonesia Rp 30 hingga 50 ribu per kilogram terbilang mahal. Karena harga tembakau impor dari China hanya Rp 25 ribu per kilogram, kualitasnya pun lebih baik.



MUSTHOFA BISRI

Berita terkait

PDIP Surabaya Usulkan ke DPP Inkumben Eri Cahyadi-Armuji Maju Pilkada Kota Surabaya

2 hari lalu

PDIP Surabaya Usulkan ke DPP Inkumben Eri Cahyadi-Armuji Maju Pilkada Kota Surabaya

PDIP Surabaya mengusulkan wali kota - wakil wali kota inkumben Eri Cahyadi-Armuji maju ke Pilkada Kota Surabaya 2024.

Baca Selengkapnya

Eri Cahyadi Terima Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

8 hari lalu

Eri Cahyadi Terima Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengukir sejarah baru dalam kepemimpinannya di Kota Surabaya.

Baca Selengkapnya

Pembangunan Infrastruktur di Kota Surabaya Rampung 2024

10 hari lalu

Pembangunan Infrastruktur di Kota Surabaya Rampung 2024

Sejumlah pembangunan infrastruktur di Kota Surabaya ditargetkan rampung di tahun 2024.

Baca Selengkapnya

Akibat Awan Tebal, Hilal di Surabaya Tak Tampak

24 hari lalu

Akibat Awan Tebal, Hilal di Surabaya Tak Tampak

Para peneliti dari Universitas Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya tak melihat hilal akibat tertutup awan.

Baca Selengkapnya

Ini Capaian Eri Cahyadi-Armuji Tiga Tahun Memimpin

44 hari lalu

Ini Capaian Eri Cahyadi-Armuji Tiga Tahun Memimpin

Berbagai terobosan dan inovasinya dapat dirasakan langsung oleh warganya.

Baca Selengkapnya

Rekomendasi Destinasi Wisata Kawasan Pecinan di Surabaya Saat Libur Tahun Baru Imlek

8 Februari 2024

Rekomendasi Destinasi Wisata Kawasan Pecinan di Surabaya Saat Libur Tahun Baru Imlek

Libur tahun baru imlek, kunjungan wisata ke kampung pecinan menjadi pilihan. Berikut rekomendasi destinasi wisata pecinan yang unik di Kota Surabaya

Baca Selengkapnya

Pemuda Muhammadiyah: Rompi Biru Wali Kota Surabaya Tidak Bernuansa Politik

6 Februari 2024

Pemuda Muhammadiyah: Rompi Biru Wali Kota Surabaya Tidak Bernuansa Politik

Eri Cahyadi dinilai sejalan dengan semangat Pemuda Muhammdiyah menjadikan Surabaya yang maju dan religius.

Baca Selengkapnya

Perayaan Natal di Taman Surya, Balai Kota Surabaya

12 Januari 2024

Perayaan Natal di Taman Surya, Balai Kota Surabaya

Puluhan ribu umat Kristiani memeriahkan malam Natal di Taman Surya

Baca Selengkapnya

Jaringan Pegiat Pengendalian Tembakau Sebut Jumlah Perokok Terus Meningkat

6 Desember 2023

Jaringan Pegiat Pengendalian Tembakau Sebut Jumlah Perokok Terus Meningkat

Peraturan Pemerintah 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau sangat lemah.

Baca Selengkapnya

Perokok Meningkat, MTCN Imbau Kerjasama Kendalikan Produk Tembakau di Indonesia

29 November 2023

Perokok Meningkat, MTCN Imbau Kerjasama Kendalikan Produk Tembakau di Indonesia

Hasil survei Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2011 dan 2021 mengungkapkan meningkatnya jumlah perokok pasif menjadi 120 juta orang.

Baca Selengkapnya