Para wajib pajak tengah mendatangi Kantor Ditjen Pajak Pusat, di Jakarta, 30 September 2016. Kemudian periode III atau Januari-Maret, pemerintah mematok tarif tebusan 5 persen. Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) berencana memasukkan materi mengenai perpajakan ke kurikulum pendidikan nasional. Rencana ini dinilai penting untuk menciptakan budaya sadar pajak generasi muda.
“Anak-anak harus mulai diberi pemahaman soal pajak,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas, Hestu Yoga Saksama, di Jakarta, Selasa, 15 November 2016. “Harus ada pembelajaran pajak dalam kurikulum pendidikan, dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.”
Hestu menuturkan bahwa saat ini ada sekitar 41,6 juta anak-anak umur 4–12 tahun serta 54,4 juta remaja dan mahasiswa 14–25. “Angka ini cukup signifikan untuk merencanakan pajak di masa depan, ini adalah investasi yg penting ke depannya untuk meningkatkan rasio pajak kita,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyesali masih rendahnya tax ratio di Indonesia. Saat ini, menurut Sri, Indonesia termasuk 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia, tapi hanya memiliki tax ratio 12 persen.
Hestu menambahkan, kepatuhan wajib pajak Indonesia juga sangat rendah. Kepatuhan wajib pajak orang pribadi, tuturnya, hanya 60,2 persen, sedangkan wajib pajak badan hanya 56 persen. “Wajib pajak orang pribadi misalkan, dari 17 juta wajib SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan), cuma 10,2 juta yang melapor,” ucapnya.
Ditjen Pajak, tutur Hestu, saat ini tengah menyiapkan format pembelajaran pajak yang cocok untuk masing-masing level pendidikan. “Kami harap generasi ke depannya nanti lebih sadar pajak.”