TEMPO.CO, Jakarta - Cadangan devisa pada akhir Oktober 2016 tercatat merosot menjadi sebesar US$ 115,0 miliar dari posisi September lalu sebesar US$115,7 miliar. Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan hal ini terjadi.
"Dengan ini diperkirakan terjadi kenaikan utang luar negeri," ujar ekonom dari PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, saat dihubungi Senin, 7 November 2016.
Adapun posisi cadangan devisa akhir Oktober itu cukup untuk membiayai 8,8 bulan impor atau 8,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Josua mengatakan, meskipun nilai tukar rupiah secara rata-rata cenderung menguat pada Oktober lalu, terjadi pula aliran modal keluar (capital outflow) pada periode yang sama. Nilai tukar rupiah rata-rata menguat menjadi 13.018 dibanding bulan sebelumnya di level 13.110.
"Memang terjadi keluarnya dana asing dari pasar keuangan atau foreign net sell US$ 176 juta," ucap Josua.
Selain itu, fakta cadangan devisa yang turun tipis itu, kata dia, juga mengindikasikan penurunan ekspor pada Oktober lalu.
Josua mengatakan, dari operasi moneter, Bank Indonesia cenderung menyerap lelang SBBI valuta asing sebesar US$340 juta, turun dibanding September sebesar US$ 550 juta.
Josua memperkirakan hingga akhir tahun cadangan devisa berpotensi kembali meningkat. Hal ini salah satunya seiring dengan masuknya dana repatriasi amnesti pajak yang diprediksi jumlahnya mencapai Rp 100 triliun.
"Sehingga rupiah akan terdorong stabil serta terjadinya arus masuk (inflow) di pasar keuangan," katanya.