Antisipasi Kebijakan The Fed, BI Tekan Risiko Rupiah

Reporter

Senin, 31 Oktober 2016 17:33 WIB

Gedung Bank Indonesia. REUTERS/Iqro Rinaldi

TEMPO.CO, Nusa Dua - Bank Indonesia telah menyiapkan sejumlah langkah untuk meminimalkan risiko tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi dampak kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang diprediksi menormalisasi suku bunga pada Desember 2016.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hendar, menyatakan kebijakan The Fed akan memberi dampak ke semua negara termasuk Indonesia. "Salah satu kemungkinannya penguatan dolar AS. Kami tentu sudah mempersiapkan hal itu kalau ada tekanan kami akan melakukan hal-hal untuk memitigasi risiko," kata di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Senin, 31 Oktober 2016.

Antisipasi dari bank sentral, menurut Hendar, perlu dilakukan karena kebijakan dari bank sentral Amerika Serikat itu ditunggu-tunggu pelaku pasar di seluruh dunia sebagai indikator perekonomian global. BI akan mengamati secara terukur apabila nilai tukar rupiah mengalami penguatan demikian juga apabila terjadi pelemahan, maka bank sentral akan memastikan pelemahannya juga terukur.

"Kami memiliki model-model berapa rupiah yang konsisten untuk mencapai tujuan seluruh makro," ucap Hendar. Namun ia belum memastikan level nilai tukar rupiah hingga 2017 karena tergantung dinamika perekonomian meliputi inflasi, proyeksi inflasi serta perkembangan nilai tukar negara lain.

Pengelolaan utang luar negeri juga menjadi langkah antisipatif bank sentral Indonesia untuk memigitasi risiko terhadap kemungkinan penguatan nilai mata uang dolar AS. "Transmisi yang paling cepat adalah pasar keuangan terutama di foreign exchange market. Ini bukan pertama kalinya mengalami situasi seperti ini, BI sudah memitigasi risiko," ucap Hendar.

Normalisasi suku bunga oleh The Fed menjadi salah satu isu yang didiskusikan dalam seminar internasional tersebut selain kerangka laporan keuangan bank sentral. Hendar mengatakan bahwa kebijakan moneter negara maju seperti The Fed dan Bank of Japan untuk meningkakan pertumbuhan ekonominya telah mengakibatkan neraca bank sentral di negara itu mengalami peningkatan.

Di sisi lain, negara-negara berkembang seperti Indonesia, kebijakan ekspansif yang dilakukan bank sentral negara maju telah menyebabkan derasnya arus masuk modal. Hal ini akan meningkatkan aset dan sekaligus kewajiban karena penyerapan likuiditas valas bank sentral sehingga hal itu menambah kompleksitas pada laporan keuangan bank sentral. Membesarnya valas yang dipegang bank sentral juga muncul risiko kurs yang dapat berpengaruh terhadap surplus atau defisit keuangan bank sentral.

Menyadari kompleksnya laporan keuangan bagi bank sentral, BI bersama bank sentral di Asia Tenggara dan negara asia lainnya melakukan penelitian terkait laporan keuangan bank sentral yang dipimpin Indonesia. Beberapa bank sentral negara tetangga yang diajak ikut meneliti adalah Bank of Thailand, Reserve Bank of India, Banko Sentral Ng Filipina, Central Bank of Srilanka dan National Bank Kamboja.

Hasilnya, bank sentral negara itu menyepakati perlunya mengembangkan desain kerangka laporan keuangan yang dapat mengakomodir keunikan transaksi bank sentral untuk menunjang transparansi atas dampak keuangan itu. BI, kata Hendar, beruntung sudah lebih dulu maju dalam konteks ini kami menyusun akuntansi bank sentral yang mengadopsi beberapa keunikan bank sentral. "Misalnya pencatatan, pembukuan kalau bank sentral menerbitkan uang, kan tidak bisa dengan akuntasi seperti perusahaan biasa," katanya.

ANTARA

Berita terkait

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

1 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

2 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

2 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

2 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

3 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

3 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

4 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

5 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

6 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

7 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya