Dua Tahun Jokowi-JK, Pembangunan Dinilai Masih Jawa Sentris

Kamis, 20 Oktober 2016 14:36 WIB

Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mendengarkan Ketua BPK Harry Azhar Azis saat menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) Tahun 2015 di Istana Negara, Jakarta, 6 Juni 2016. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, dalam dua tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pembangunan antar wilayah masih timpang. Ketimpangan itu, menurut dia, tercermin dari meningkatnya porsi Jawa terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB).

Hal tersebut, menurut Bhima, terlihat dari porsi Jawa sudah mencapai 58,8 persen per triwulan II tahun 2016. Sementara itu, Kalimantan terus mengalami penurunan menjadi 7,61 persen. “lnvestasi sebesar 54,5 persen juga masih tersedot di Jawa. Pembangunan sifatnya masih Jawa sentris," katanya dalam diskusi di kantor Indef, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Oktober 2016.

Angka kesenjangan yang menurun, menurut Bhima, bersifat semu. Dia menilai, penurunan kesenjangan lebih didorong oleh rendahnya konsumsi masyarakat atas. "Bukan karena naiknya pendapatan masyarakat miskin. Indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan yang semakin tinggi menjadi bukti bahwa orang miskin makin jatuh ke jurang kemiskinan."

Dalam dua tahun terakhir, Bhima mengatakan, kesempatan kerja juga semakin kecil. Pertumbuhan ekonomi pun semakin kurang berkualitas. Menurut dia, satu persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menciptakan 110 ribu lapangan kerja. "Dulu, saat boom commodity, satu persen pertumbuhan mampu menyerap 500 ribu orang," katanya.

Pertumbuhan ekonomi di daerah, Bhima berujar, juga merosot di masa pemerintahan Jokowi-JK. Ketergantungan yang berlebihan terhadap sektor komoditas mentah, menurut Bhima, membuat beberapa daerah, terutama Kalimantan Timur dan Riau, menghadapi pertumbuhan yang rendah. "Atau bahkan negatif," tutur Bhima menambahkan.

Selain itu, Bhima mengatakan, petani masih jauh dari kata sejahtera. Nilai tukar petani (NTP) selama dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, menurut Bhima, stagnan dan tidak mengalami perubahan yang berarti. "Per September 2016, NTP gabungan berada di posisi 102,02. Itu menjadi bukti bahwa daya beli petani masih lesu," ujarnya.

ANGELINA ANJAR SAWITRI

Berita terkait

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

9 hari lalu

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Meski tidak bersinggungan secara langsung dengan komoditas pangan Indonesia, namun konflik Iran-Israel bisa menggoncang logistik dunia.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

11 hari lalu

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

Di tengah konflik Iran-Israel, pemerintah mesti memprioritaskan anggaran yang bisa membangkitkan sektor bisnis lebih produktif.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

42 hari lalu

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

Ekonom Indef, Didin S. Damanhuri sangat prihatin atas dugaan korupsi yang terendus di lingkaran LPEI. Padahal, kata dia, ekspor adalah andalan pemerintahan Jokowi

Baca Selengkapnya

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

42 hari lalu

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

Kebijakan PPN di Tanah Air diatur dalam Undang-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Selengkapnya

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

43 hari lalu

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus membandingkan besaran tarif PPN di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

43 hari lalu

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

Indef menyatakan penjual akan reaktif terhadap kenaikan PPN.

Baca Selengkapnya

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

43 hari lalu

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

Indef membeberkan dampak kenaikan pajak pertabambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

55 hari lalu

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengungkapkan kriteria ideal Menkeu seperti apa yang dibutuhkan oleh Indonesia di masa mendatang.

Baca Selengkapnya

Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

57 hari lalu

Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

Ekonom senior UI Faisal Basri menentang rencana penggunaan dana BOS untuk program makan siang gratis Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef Beberkan Penyebab Harga Pangan Naik, Mulai dari Pemilu hingga Ramadan

57 hari lalu

Ekonom Indef Beberkan Penyebab Harga Pangan Naik, Mulai dari Pemilu hingga Ramadan

Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani membeberkan sejumlah faktor penyebab naiknya harga kebutuhan pokok,

Baca Selengkapnya