TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai keresahan masyarakat menanggapi kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty akhirnya mendapat respons langsung dari Presiden Joko Widodo. Dalam penjelasannya, Jokowi mengatakan kebijakan tax amnesty sejak awal tetap ditujukan untuk wajib pajak besar.
"Utamanya itu yang menaruh uang dalam jumlah besar di luar. Tetapi, memang bisa diikuti oleh yang lain, yang usaha menengah, usaha kecil," kata Presiden Jokowi seusai pembukaan Indonesia Fintech Festival dan Conference di Serpong, Tangerang Selatan, Selasa, 30 Agustus 2016.
Selain lebih menyasar wajib pajak besar, tax amnesty juga tidak bersifat wajib. Sebaliknya, kata Presiden, mengikuti kebijakan tax amnesty hanyalah hak untuk setiap wajib pajak. "Untuk nelayan, pensiunan, saya rasa sudahlah, gak perlu ikut kebijakan tax amnesty. Tidak usah menggunakan haknya," katanya.
Baca:
Tax Amnesty Seret, Dirjen Pajak: Ada Tunggakan Pajak Rp 57 T
Wajib Pajak Ditangani Khusus oleh Satgas Tax Amnesty
Perhatian, Ini Wajib Pajak yang Tak Perlu Ikut Tax Amnesty
Secara terpisah, juru bicara Istana Kepresidenan Johan Budi Sapto Pribowo mengatakan, Presiden Jokowi sudah mengambil langkah untuk mencegah pemahaman yang salah soal aturan tersebut. "Presiden sudah perintahkan Kementerian Keuangan dan Dirjen Pajak untuk meluruskan ketidaksamaan persepi ini. Selain itu, dikeluarkan juga peraturan dari Dirjen Pajak," kata Johan.
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi lantas menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty. "Peraturan ini akan mempertegas UU Tax Amnesty, terutama soal asas keadilan, karena ada keresahan-keresahan yang muncul," kata Ken dalam konferensi persnya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta Selatan, Selasa, 30 Agustus 2016.
Ken juga menjawab berbagai pertanyaan yang kerap ditanyakan masyarakat mengenai program tax amnesty. Begini penjelasan Ken:
Apakah masyarakat wajib pajak wajib ikut program tax amnesty?
Pada prinsipnya, setiap wajib pajak berhak mendapatkan tax amnesty. Artinya, program ini merupakan pilihan bagi wajib pajak yang ingin memanfaatkannya. Apabila wajib pajak tidak ingin memanfaatkan program ini, wajib pajak tetap dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan termasuk melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Siapa saja subyek pajak yang tidak perlu mengikuti tax amnesty?
Terdapat beberapa kelompok masyarakat atau wajib pajak yang tidak wajib ikut tax amnesty adalah:
a. masyarakat berpenghasilan rendah di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang saat ini sebesar 54 juta per tahun atau setara 4,5 juta per bulan bagi satu orang pribadi walaupun yang bersangkutan memiliki harta. Yang termasuk kelompok ini adalah masyarakat berpenghasilan rendah seperti buruh, pembantu rumah tangga, nelayan, dan petani; pensiunan yang memiliki penghasilan semata-mata dari uang pensiun; subyek pajak warisan belum terbagi yang tidak menghasilkan penghasilan di atas PTKP; serta penerima harta warisan namun tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah PTKP.
b. wajib pajak yang memilih membetulkan SPT.
c. wajib pajak yang hartanya sudah dilaporkan dalam SPT oleh salah satu anggota keluarga.
d. WNI yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari dalam setahun dan tidak mempunyai penghasilan dari Indonesia.
Sanksi Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang tentang Tax Amnesty, yaitu nilai harta tersebut diperlakukan sebagai penghasilan pada saat ditemukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, tidak berlaku bagi masyarakat yang telah disebutkan di atas.
Baca: #StopBayar Pajak Jadi Viral, Pramono:Tax Amnesty Tetap Jalan
Bagaimana cara pembetulan SPT?
Terhadap harta yang diperoleh dari penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) atau harta yang diperoleh dari penghasilan yang bukan obyek PPh dan belum dilaporkan dalam SPT, harta tersebut dapat dilaporkan dengan cara:
a. jika SPT telah disampaikan, wajib pajak dapat melakukan pembetulan SPT.
b. jika SPT belum disampaikan, wajib pajak dapat melaporkan harta tersebut dalam SPT.
Berapa nilai wajar harta selain kas atau setara kas?
Sesuai UU Tax Amnesty, nilai wajar harta selain kas atau setara kas yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) adalah sesuai dengan penilaian wajib pajak dan tidak akan dilakukan koreksi atau pengujian oleh Direktorat Jenderal Pajak. Misalnya, A melaporkan nilai rumah dengan harga pembelian, yakni Rp 500 juta. Padahal, harga pasar saat ini Rp 1-2 miliar. Tidak masalah dihitung Rp 500 juta. Tapi, jika nanti dijual Rp 2,5 miliar, A kan untung Rp 2 miliar. Itu nantinya akan terkena pajak tarif normal.
Bagaimana dengan wajib pajak yang kesulitan membayar uang tebusan?
UU Tax Amnesty tidak memberikan ruang untuk menunda atau mengangsur pelunasan uang tebusan sehingga wajib pajak diharapkan berupaya menyiapkan dana untuk membayar uang tebusan dengan cara yang dianggap paling nyaman menurut yang bersangkutan. Tapi, wajib pajak diberi kesempatan sebanyak tiga kali untuk ikut tax amnesty. Jadi, bukan tebusannya yang dicicil, tetapi ikut tax amnesty-nya yang dicicil, waktu pelaporan SPH-nya yang dicicil.
Baca: Perhatian, Ini Wajib Pajak yang Tak Perlu Ikut Tax Amnesty
Bagaimana langkah Direktorat Jenderal Pajak untuk mengantisipasi lonjakan peserta tax amnesty pada akhir September?
Dalam rangka mengantisipasi beban puncak pelayanan tax amnesty menjelang 30 September, Direktorat Jenderal Pajak akan menambah layanan pada hari Sabtu pukul 08.00-14.00 dan hari Minggu pukul 08.00-12.00, membuka layanan penerimaan SPH di KP2KP seluruh Indonesia bagi wajib pajak yang terdaftar di KPP yang membawahi KP2KP tersebut, menetapkan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak seluruh Indonesia sebagai tempat tertentu yang bisa menerima SPH yang bersifat nasional (melayani wajib pajak tanpa batasan tempat terdaftar, menambah jumlah pegawai yang bertugas di setiap KPP, memastikan aplikasi ataupun sistem IT terkait tax amnesty berjalan lancar, serta wajib pajak yang menyampaikan SPH diberikan tanda terima sementara jika berada dalam situasi kahar (force majeur).
Apakah pejabat publik juga mengikuti program tax amnesty?
Tax amnesty pada prinsipnya berlaku bagi seluruh masyarakat, termasuk aparatur sipil negara, pejabat negara, aparat penegak hukum, tidak terkecuali pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Kami mendorong seluruh pejabat publik untuk memanfaatkan tax amnesty sesuai dengan situasi masing-masing.
Bagaimana penanganan terhadap wajib pajak besar?
Terkait dengan para wajib pajak besar, telah dilakukan inventarisasi oleh setiap Kanwil para wajib pajak besar di wilayah kerja masing-masing, telah dilakukan imbauan kepada wajib pajak besar untuk memanfaatkan tax amnesty secepat mungkin dan diminta membuat pernyataan untuk mengikuti tax amnesty, dan telah dilakukan pemantauan secara day by day untuk memastikan keikutsertaan mereka dalam tax amnesty.
ANGELINA ANJAR SAWITRI