TEMPO.CO, Jakarta - Acara Lampung Krakatau Festival atau yang sebelumnya bernama Festival Krakatau pada 24 Agustus hingga 28 Agustus lalu, berhasil menggaet 15 ribu pengunjung dari dalam negeri dan luar negeri. "Jumlahnya meningkat sekitar 3.000 pengunjung dibanding tahun lalu," ujar Koordinator Media dan Publikasi Lampung Krakatau Festival, Dendy Triadi, di Jakarta, Senin, 29 Agustus 2016.
Meski tidak signifikan peningkatan jumlah pengunjungnya, namun Dendy melihat dampak dari perubahan branding mulai terasa. Jika sebelumnya penyelenggaraan festival dilangsungkan di satu titik, namun tahun ini diselenggarakan di beberapa titik. "Meningkat karena ada perbedaan konsep acara. Kalau dulu cuma satu titik, sekarang di banyak titik."
Rangkaian kegiatan Festival Krakatau dimulai dari jelajah pasar seni, peragaan busana, pertunjukan musik akustik, hingga seminar usaha kreatif. "Mulai tahun ini namanya tidak lagi Festival Krakatau tapi Lampung Krakatau Festival, ini menegaskan bahwa Krakatau itu punya Lampung, karena ada beberapa daerah yang mengaku-ngaku kalau Krakatau berada di wilayah mereka," papar dia.
Lampung Festival Krakatau juga melibatkan berbagai komunitas internasional. Hal itu terbukti pada festival layang-layang dan lomba foto amatir yang diikuti Provinsi Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, sertadari mancanegara (Malaysia, Singapura, Perancis), dengan peserta lokakarya diikuti 200 anak.
Dendy mengakui ada beberapa kekurangan dalam penyelenggaraan festival itu seperti kurangnya publikasi dan mepetnya waktu pengumuman pelelangan dengan penyelenggaraan. "Kami berharap tahun depan persiapannya bisa ditingkatkan lagi. Kalau perlu ada jeda waktu tiga bulan untuk persiapan penyelenggaraannya," harap dia.
Gubernur Lampung M Ridho Ficardo berharap festival itu mendunia, seperti namanya Krakatau, yaitu gunung yang lebih dulu mendunia karena ledakannya pada 1883. Setiap tahun, bulan letusannya tersebut diperingati melalui penyelenggaraan Festival Krakatau.
ANTARA