Ombudsman Sangsi Kenaikan Harga Tekan Konsumsi Rokok
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 22 Agustus 2016 12:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia angkat bicara soal isu kenaikan cukai rokok yang diperkirakan bakal mengerek harga rokok hingga Rp 50 ribu per bungkus belakangan ini. Dari sejumlah catatan yang disampaikan Ombudsman, salah satu yang mengemuka adalah soal dipertanyakannya kenaikan cukai tembakau bakal efektif menurunkan laju konsumsi rokok.
Meski cukai tembakau tahun lalu mencapai Rp 139,5 triliun, Ombudsman tak yakin dampaknya linear dengan angka konsumsi rokok. “Jika permintaan sangat elastis, diperkirakan pengenaan cukai akan mengurangi penerimaan, tapi berhasil menurunkan laju konsumsi rokok,” ujar Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih dalam rilisnya, Ahad, 21 Agustus 2016.
Namun, jika sebaliknya, ketika cukai dinaikkan dan yang terjadi penerimaan negara meningkat, menurut Alamsyah, artinya konsumsi rokok tak berkurang. “Dan tekanan ekonomi rumah tangga akan meningkat.”
Ombudsman juga mempersoalkan dana bagi hasil cukai tembakau untuk daerah penghasil masih belum efektif. Asosiasi Petani Tembakau, kata Alamsyah, menilai masih ada daerah yang menggunakannya untuk membeli kendaraan dinas.
Selain penggunaan yang dinilai kurang memberikan manfaat langsung, menurut Ombudsman, nilai bagi hasil cukai tembakau untuk daerah juga terlalu kecil karena hanya 2 persen. Pemerintah pusat bahkan baru menerbitkan pedoman pengawasan dana bagi hasil cukai tembakau pada 2016. “Akibat pembinaan yang buruk, tembakau lokal harganya kalah bersaing dengan tembakau impor,” ujar Alamsyah.
Strategi penggunaan penerimaan negara dari cukai rokok juga disoroti Ombudsman. Jika pemerintah berniat mengubah secara bertahap produksi tembakau ke komoditas pangan lain, kata Alamsyah, seharusnya dana ratusan triliun dari cukai tembakau digunakan untuk membiayai penelitian dan pengembangan benih pangan yang unggul dan berproduktivitas tinggi.
Alih-alih mendukung agenda ini, kata Alamsyah, pemerintah justru membiarkan petani menjadi sasaran empuk korporasi asing yang menguasai pasar benih transgenik. Beberapa petani polos yang berhasil memuliakan ulang benih tersebut malah berurusan dengan penegak hukum karena melanggar hak cipta.
Dalam catatannya, Ombudsman juga menyangsikan kenaikan cukai rokok bakal mengeluarkan keluarga miskin dari jerat kemiskinan. Sebab, kemiskinan sebagian besar lebih disebabkan oleh salah urus negara, yakni kebijakan yang tidak ramah sosial, termasuk pelayanan publik yang buruk dan diskriminatif.
JONIANSYAH HARDJONO