Tren Rasio Gini Turun Sejak September 2014, Ini Artinya...

Reporter

Jumat, 19 Agustus 2016 13:36 WIB

Warga memulung barang bekas di Kali Pejompongan yang penuh dengan sampah, Jakarta, (2/7). Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin mengatakan penurunan kemiskinan di Indonesia berjalan lamban, menurun 0,52 juta orang dari tahun lalu. TEMPO/Subekti

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tren penurunan rasio gini (rasio ketimpangan sosial) sejak September 2014. Tren penurunan juga terjadi di pedesaan dan kota dalam periode yang sama.

Rasio gini adalah alat mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk.

Kepala BPS Suryamin mengatakan perkembangan rasio gini dihitung sejak 2010. "Awalnya berfluktuasi, namun mulai September 2014 ada kecenderungan menurun," kata dia di Kantor BPS, Jakarta, Jumat, 19 Agustus 2016.

Menurut Suryamin, penurunan rasio gini menunjukkan adanya perbaikan pemerataan pendapatan. "Kenaikan pengeluaran merefleksikan peningkatan pendapatan," katanya.

Rasio gini nasional pada September 2014 tercatat sebesar 0,414. Angkanya menurun pada Maret 2015 menjadi 0,408 dan pada September 2015 menjadi 0,402. Angkanya kembali menurun menjadi 0,397 pada Maret 2016.

Di perkotaan, rasio gini pada September 2015 sebesar 0,433. Pada Maret 2015, angkanya menurun menjadi 0,428 dan menjadi 0,419 pada September 2015. Di perkotaan pada Maret 2016 tercatat sebesar 0,410.

Baca: Sri Mulyani: Shortfall Pajak Mungkin Melebar ke Rp 238,4 T

Rasio gini di pedesaan tercatat sebesar 0,336 pada September 2014. Di tahun 2015, angkanya menurun menjadi 0,334 di semester pertama dan 0,329 di semester kedua. Angka rasio gini Maret 2016 tercatat menurun kembali menjadi 0,327.

Berdasarkan kurva perkembangan, angka rasio gini justru terus mengalami kenaikan sejak 2010. Rasio gini pada 2010 tercatat mencapai titik terendah sejak 2010 hingga Maret 2016 yaitu sebesar 0,378. Sementara angka rasio gini tertinggi sejak 2010 hingga Maret 2016 tercatat sebesar 0,414 yang justru terjadi pada September 2014.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan rasio gini di Indonesia saat ini sudah masuk kategori lampu kuning. Artinya, jika tak segera diperbaiki, bukan tak mungkin ketimpangan ‎akan berimbas buruk, seperti terjadinya konflik.

Menurut Kalla, rasio gini di Indonesia saat ini sudah mencapai 0,41. "Jika ditafsirkan, 1 persen penduduk Indonesia saat ini menguasai hampir 50 persen aset bangsa," ucap Kalla, beberapa waktu lalu.

Simak: Tak Masalah Private Jet Asing Terbangi Udara RI, Asal.....

Salah satu yang bisa mengurangi ‎ketimpangan adalah memanfaatkan inovasi. Kalla menyatakan pemerintah tak tinggal diam menghadapi tingginya rasio gini tersebut.

Setidaknya ada dua cara yang sudah dilakukan selama ini. Pertama adalah mengoptimalkan pajak. Namun, untuk menggenjot penerimaan pajak, sistemnya juga harus berjalan baik. Untuk itu, pada sektor ini perlu teknologi inovasi agar capaian penerimaan pajak bisa ditingkatkan.

VINDRY FLORENTIN| FAIZ NASHRILLAH‎

Berita terkait

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

1 hari lalu

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

BPS mencatat hanya 169 wisatawan mancanegara yang menggunakan 17 Bandara yang kini turun status menjadi Bandara domestik.

Baca Selengkapnya

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

1 hari lalu

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi pada momen Lebaran atau April 2024 sebesar 3 persen secara tahunan.

Baca Selengkapnya

Jusuf Kalla Sebut Akar Konflik di Papua karena Salah Paham

8 hari lalu

Jusuf Kalla Sebut Akar Konflik di Papua karena Salah Paham

Menurut Jusuf Kalla, pandangan masyarakat Papua seakan-akan Indonesia merampok Papua, mengambil kekayaan alamnya.

Baca Selengkapnya

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

8 hari lalu

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.

Baca Selengkapnya

Gilbert Lumoindong Dilaporkan ke Polisi, SETARA Institute: Pasal Penodaan Agama Jadi Alat Gebuk

10 hari lalu

Gilbert Lumoindong Dilaporkan ke Polisi, SETARA Institute: Pasal Penodaan Agama Jadi Alat Gebuk

Pendeta Gilbert Lumoindong dilaporkan ke polisi atas ceramahnya yang dianggap menghina sejumlah ibadah umat Islam.

Baca Selengkapnya

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

11 hari lalu

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

Indonesia memperpanjang rekor surplus neraca perdagangan dalam 47 bulan terakhir pada Maret 2024

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

11 hari lalu

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.

Baca Selengkapnya

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

11 hari lalu

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.

Baca Selengkapnya

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

11 hari lalu

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

11 hari lalu

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

BPS menilai dampak konflik geopolitik antara Iran dan Israel tak berdampak signifikan terhadap perdangan Indonesia. Begini penjelasan lengkapnya.

Baca Selengkapnya