Mantan Wakil Presiden RI Boediono menyampaikan paparannya dalam Indonesia Economic Outlook 2016 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 12 November 2015. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
TEMPO.CO, Bali - Mantan Wakil Presiden Boediono memulai pidatonya saat pertemuan antara gubernur bank sentral dan The Federal Reserve New York dengan kenangan masa lalu. Boediono mengingat bagaimana sulitnya mengatasi krisis ekonomi 2008 ketika ia menjabat Gubernur Bank Indonesia.
"Pengalaman paling tidak unik adalah saat menjadi gubernur bank sentral. Saya tergoda mengatakan bahwa jabatan itu lebih sulit dan membuat stres (merusak saraf) ketimbang menjadi wakil presiden,” kata Boediono dalam Executive Meeting of Asia-Pacific Central Banks (EMEAP) di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali, 1 Agustus 2016.
Sebelum menjadi Gubernur BI, Boediono pernah menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional saat pemerintahan Jusuf Habibie. Selanjutnya, ia menjadi Menteri Keuangan di bawah Presiden Megawati Soekarnoputri. Kemudian, ia menjabat Menteri Koordinator Perekonomian pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I (2005-2008).
Boediono bercerita pengalamannya mengatasi berbagai krisis besar di Asia pada 1997-1998 dan krisis keuangan global pada 2008. Menurut Boediono, koordinasi berbagai institusi, baik pemerintah maupun lembaga keuangan sangat penting untuk mengambil keputusan dan meminimalkan risiko politik selanjutnya.
Ia menambahkan, kebijakan politik yang sejalan dengan ekonomi sangat dibutuhkan untuk mengatasi krisis. "Ekonomi yang bagus hanya bisa didapat dengan kondisi politik yang bagus," ucap Boediono. Kebijakan yang bagus, dikombinasikan dengan peraturan dan intervensi lainnya dari pemerintah, dapat memperbaiki stabilitas ekonomi setelah krisis.