Presiden Joko Widodo menerima kedatangan Pimpinan DPR RI di Istana Merdeka, Jakarta, 15 April 2016. Pertemuan untuk mengkonsultasikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menyatakan Undang-undang Pengampunan Pajak atau tax amnesty menjamin kerahasiaan data wajib pajak. Dalam sosialisasi UU tax amnesty di Medan, kemarin, ia menjamin data wajib pajak tidak akan disebarkan.
Selain itu, data tax amnesty tidak bisa dijadikan dasar penuntutan. "Hati-hati, kalau membocorkan, bisa kena pidana maksimal 5 tahun," kata Jokowi dalam siaran pers yang diterima Tempo, Jumat, 22 Juli 2016. Presiden pun menegaskan bahwa data tak dapat diminta dan diberikan kepada pihak mana pun.
Lebih lanjut, dana tax amnesty yang masuk nantinya akan digunakan pemerintah untuk investasi jangka menengah dan panjang. Prioritasnya, untuk pembangunan infrastruktur, seperti pelabuhan, jalan tol, dan pembangkit listrik. "Kita semua sedang butuh 35 ribu MW (pembangkit listrik) lima tahun ke depan," kata Jokowi.
Dari hitung-hitungan pemerintah, modal yang diperlukan untuk membangun infrastruktur di Indonesia mencapai Rp 4.900 triliun. Sedangkan ABPN hanya berada di kisaran Rp 1.500 triliun.
Presiden mengatakan selisih dana, sekitar Rp 3.400 triliun, itulah yang diharapkan datang dari wajib pajak. Pemerintah mengklaim, bila kesenjangan infrastruktur bisa ditutup, persoalan logistik, salah satunya, bisa diselesaikan. "Biaya logistik transportasi jauh lebih murah," ucapnya.