Menteri Perikanan dan Kelautan, Susi Pudjiastuti, berbicara kepada wartawan setelah pertemuan dengan pejabat kedutaan Cina di Jakarta, Indonesia, 21 Maret 2016. Menteri Susi mengatakan, Indonesia "merasa disabotase" dalam upaya untuk mempertahankan perdamaian di Laut Cina Selatan. REUTERS/Beawiharta
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menggagalkan penyelundupan bibit lobster. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, bibit lobster itu akan diekspor ke Singapura yang kemudian akan dikirimkan ke Vietnam.
"Kami melakukan penahanan terhadap 150.800 benih lobster yang akan dikirimkan ke Singapura pada 25 Mei 2016. Modus yang digunakan pengirim adalah dengan menutup kemasan lobster menggunakan fresh fish atau ikan selar suku segar," ujar Susi dalam konferensi pers di kantornya, Jumat, 27 Mei 2016.
Menurut Susi, perusahaan yang mengirimkan bibit lobster ilegal tersebut tidak melaporkan isi boks dengan benar. Perusahaan tersebut melaporkan 64 boks berisi fresh fish. "Dalam pemeriksaan ulang fisik, 54 boks di antaranya berisi benih lobster. Total ada 479 kantong berisi bibit lobster. Mungkin sekitar lima ton dengan nilai sekitar Rp 4,5 miliar," ujarnya.
Dengan adanya ketidaksesuaian dokumen dengan barang yang dikirimkan itu, kata Susi, perusahaan tersebut telah melanggar Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. "Mereka juga melanggar Pasal 7 UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan serta UU Nomor 17 Tahun 2009 tentang Kepabeanan," tuturnya.
Susi menambahkan, perusahaan bersangkutan juga diduga melanggar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2015. Berdasarkan beleid itu, kepiting, lobster, dan rajungan dalam kondisi bertelur dan memiliki berat di bawah 200 gram dilarang untuk diekspor. "Sehingga dilakukan penahanan oleh petugas karantina ikan dan selanjutnya akan dilakukan tindakan hukum sesuai UU.”