Ingin Hindari Negara Berpendapatan Menengah, Ini Caranya
Editor
Zed abidien
Senin, 18 April 2016 15:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi Indonesia akan terjebak di level negara berpenghasilan menengah atau tidak.
"Pertama, tingkat pendidikan. Kedua, peran teknologi. Dan yang ketiga, harmoni," ucap Faisal dalam acara diskusi di Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, Senin, 18 April 2016.
Faisal menjelaskan, untuk menjadi negara maju, jumlah penduduk Indonesia yang mengenyam tingkat pendidikan menengah seperti sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas harus bertambah. "Ada indikator seperti kualitas pendidikan," ujarnya.
Faktor yang kedua, tutur dia, terkait dengan peranan teknologi dalam produksi serta ekspor barang dan jasa. Semakin besar peran teknologi dalam ekspor barang, Indonesia menunjukkan makin majunya perekonomian.
Faisal kemudian menjelaskan faktor terakhir, yakni terciptanya harmoni. Ini tercermin dari kesenjangan atau rasio koefisien gini yang rendah. Menurut dia, tingkat kesenjangan ekonomi yang tinggi akan memunculkan ketidakharmonisan. Tak ada negara yang berhasil lolos dari jebakan pendapatan menengah yang tak harmonis.
Masalahnya, kata Faisal, tingkat kesenjangan Indonesia cukup tinggi dan cenderung semakin tinggi. Menurut dia, Indonesia berada di posisi ketiga dalam daftar negara dengan kesenjangan terburuk setelah India dan Thailand. "Artinya, 1 persen rumah tangga terkaya menikmati 40 persen lebih kekayaan nasional," ucapnya.
Faisal menambahkan, kekayaan nasional yang hanya dinikmati 1 persen masyarakat akan menciptakan ketidakharmonisan dan sentimen yang bermacam-macam. "Negara-negara yang telah lolos dari perangkap penghasilan menengah ini sangat rendah kesenjangannya."
Faisal melihat tiga hal inilah yang menjadi penentu Indonesia akan terjebak sebagai negara berpenghasilan menengah atau bisa lolos dari jebakan ini. Menurut dia, pemerintah harus introspeksi atas apa yang dilakukan selama ini. Sebab, Indonesia, ujar dia, masih bisa melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan. "Banyak yang bisa dilakukan. Kita ini baru mulai."
DIKO OKTARA