Konsumen membeli daging ayam dengan harganya yang naik kembali menjadi Rp 42.000 per kg, tiga jam sebelum para pedagang ayam mogok berjualan di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, 20 Agustus 2015. Sejumlah pedagang ayam di daerah Jawa Barat sepakat mogok berdagang beberapa hari setelah harga ayam terus meroket sepanjang Agustus. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian menahan 353 ribu ton jagung impor yang merupakan bahan baku pakan ayam di pelabuhan. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab melonjaknya harga daging ayam hingga Rp 35 ribu per ekor. "Ayam kan butuh jagung," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) FX Sudirman saat dihubungi, Jumat, 29 Januari 2016.
Penahanan jagung itu dilakukan karena Peraturan Menteri Pertanian Nomor 57 Tahun 2015 menyebutkan, impor jagung untuk pakan ternak harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian.
Sementara itu, menurut Sudirman, penerapan peraturan itu masih simpang-siur. Di kalangan pengusaha, belum ada kepastian apakah peraturan baru itu telah berlaku. "Kami pakai aturan lama karena Permentan 57 sendiri belum dipublikasikan," ujarnya.
Sudirman menambahkan, importir komoditas lain pun masih menggunakan aturan lama, tapi hanya jagung yang kemudian dipermasalahkan. "Di luar jagung, ada 43 HS (harmonizes system) bahan nabati lain yang juga impornya masih pakai aturan lama," katanya.
Ia menuturkan, kalau pemerintah ingin melarang impor jagung, seharusnya ada sosialisasi jauh-jauh hari, "Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba dilarang. Kita impor juga punya perencanaan, harus dilakukan satu-dua bulan sebelumnya," ujar Sudirman.
Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengusaha Minta Pemerintah Perluas Pemberian Insentif
4 hari lalu
Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengusaha Minta Pemerintah Perluas Pemberian Insentif
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Shinta Kamdani menilai melemahnya nilai tukar rupiah berdampak pada penurunan confidence ekspansi usaha di sektor manufaktur nasional.