TEMPO Interaktif, Jakarta:Masalah pembayaran utang baik luar negeri maupun dalam negeri menjadi penghambat bagi pemulihan Indonesia. Tanpa adanya solusi yang lebih radikal terhadap masalah ini, Indonesia tidak akan mempunyai struktur ekonomi yang kokoh. Demikian menurut pengamat dari Indef Didik J. Rachbini dalam seminar pemulihan ekonomi di Sekolah Tinggi Ilmu eknonomi Indonesia di Jakarta Kamis (11/4) siang. Menurut dia, pemulihan ekonomi menjadi semu karena azas ekonomi tidak bisa digunakan secara produktif untuk kepentingan masyarakat banyak. Utang juga mempunyai dampak sosial politik yang tidak sedikit. Misalnya, kasus Semen Padang dimana pemerintah harus menjual aset negara kepada investor asing akibat merosotnya penerimaan negara. Berdasarkan RAPBN 2002, total kewajiban pembayaran utang mencapai Rp. 63,5 triliun untuk utang dalam negeri dan Rp. 98,7 triliun untuk utang luar negeri. Hal ini berarti sekitar sepertiga dari penerimaan negara daan hibah dalam RAPBN 2002 harus dihabiskan hanya untuk membayar utang luar negeri termasuk b unga dan pokoknya. “Ini kalau tidak ada penjadwalan utang seperti di Paris Club III,” ujar dia. Namun, jika utang dalam negeri dimasukkan, beban pembayaran utang menjadi 45,2 persen dari penerimaan negara. Dengan demikian terlihat RAPBN 2002 ternyata sangat bias di dalam distribusi beban dan manfaat fiskal. “Masyarakat umum harus dibebani kenaikan pajak dan pengurangan subsidi BBM, sementara kreditor asing dan pemegang obligasi restrukturisasi perbankan justru menyedot porsi yang lebih besar dari APBN,” ujar dia. Selain itu, proporsi penerimaan negara yang harus dihabiskan untuk pembayaran utang menjadi jauh lebih tinggi. Yaitu 39,7 persen untuk utang luar negeri dan 62,9 persen untuk seluruh utang. Kondisi ini sudah memasukkan potensi penjadwalan utang dalam Paris Club III jika hal tersebut terealisasikan. Mengingat target penerimaan pajak sebesar Rp. 219,6 triliun, jumlah penerimaan pajak hanya dihabiskan untuk membayar utang. Seandainya beban pembayaran utang luar negeri dipatok menjadi, misalnya maksimum Rp. 30 triliun maka akan terdapat dana lebih sebesar Rp. 68,7 triliun dalam RAPBN 2002. “Defisit fiskal pun bisa dihapuskan, sementara kebutuhan utang baru melalui CGI bisa jauh lebih ditekan,” tegas dia. (SS. Kurniawan-Tempo News Room)
Berita terkait
Jadwal Liga Champions Leg Kedua Semifinal: Bayern Munchen Kehilangan 2 Bek Jelang Sambangi Real Madrid
12 menit lalu
Jadwal Liga Champions Leg Kedua Semifinal: Bayern Munchen Kehilangan 2 Bek Jelang Sambangi Real Madrid
Jadwal Liga Champions akan memasuki leg kedua semifinal. Bayern Munchen mendapat pukulan menjelang tampil di markas Real Madrid.