Harga Sawit Anjlok, Warga Miskin Riau Bertambah

Reporter

Editor

Grace gandhi

Jumat, 8 Januari 2016 04:19 WIB

TEMPO/Subekti

TEMPO.CO, Pekanbaru - Anjloknya harga sejumlah komoditas perkebunan, seperti kelapa sawit dan karet, membuat penduduk miskin di sejumlah pedesaan di Riau bertambah. Jumlah penduduk miskin di Riau pada 2015 meningkat 64 ribu jiwa dibanding tahun selebelumnya.

Kepala Badan Pusat Statistik Riau Mawardi Arsyad menyebutkan, ada kenaikan penduduk miskin sekitar 0,83 persen dalam rentang waktu satu tahun. Pada 2014 lalu, jumlah penduduk miskin di Riau 498,29 ribu jiwa, namun pada 2015 bertambah menjadi 562,92 ribu jiwa.

"Angka kemiskinan di desa lebih banyak dari perkotaan," kata Mawardi, Kamis, 7 Januari 2016.

Mawardi menyebutkan, peningkatan jumlah penduduk miskin dipicu melemahnya perekonomian di Riau sepanjang 2015 setelah anjloknya sejumlah komoditas unggulan, seperti kelapa sawit dan karet. Ditambah jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap kurs dolar Amerika Serikat,serta lesunya harga crude palm oil (CPO), hasil perkebunan, serta minyak dan gas di pasaran dunia. "Kebanyakan masyarakat Riau bekerja di sektor perkebunan tersebut," ujar Mawardi.

Menurut Mawardi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita tiap bulannya di bawah garis kemiskinan. Semakin tinggi garis kemiskinan, semakin banyak pula penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Pendapatan per kapita masyarakat Riau dihitung terendah setiap bulannya sebesar Rp 417.164.

"Masyarakat yang tiap bulannya memiliki pendapatan di bawah angka tersebut maka dikategorikan sebagai penduduk miskin," ujar Mawardi.

Namun, angka tersebut hanya untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari, bukan kebutuhan sekunder maupun tersier. "Perhitungan penduduk miskin hanya dihitung dari pengeluaran untuk kebutuhan pokok sehari-hari," kata dia.

Pelaksana tugas Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, sebelumnya mengakui meningkatnya angka pengangguran di daerah itu. "Memang terjadi peningkatan," kata Arsyadjuliandi.

Turunnya harga minyak dunia pada level terendah di angka US$ 36 per barel cukup membuat perekonomian Riau kian terpukul. Terlebih harga CPO dan karet terus menurun. Pada saat bersamaan, menurut Arsyadjuliandi, jumlah penduduk terus bertambah akibat migrasi sehingga kesempatan kerja terbatas.

"Belum lagi luas lahan perkebunan yang semakin terbatas serta pendidikan tenaga kerja yang rendah," ujarnya.

Arsyadjuliandi mengaku belum ada jaminan harga sejumlah komoditas unggulan kembali membaik di pasar dunia. Untuk itu, Pemerintah Riau mencoba mencari peluang lain untuk meningkatan perekonomian. "Kita fokuskan pengembangan sektor pariwisata," ujarnya.

RIYAN NOFITRA






Berita terkait

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

6 hari lalu

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

Indonesia memperpanjang rekor surplus neraca perdagangan dalam 47 bulan terakhir pada Maret 2024

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

6 hari lalu

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.

Baca Selengkapnya

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

6 hari lalu

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.

Baca Selengkapnya

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

6 hari lalu

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

6 hari lalu

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

BPS menilai dampak konflik geopolitik antara Iran dan Israel tak berdampak signifikan terhadap perdangan Indonesia. Begini penjelasan lengkapnya.

Baca Selengkapnya

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

6 hari lalu

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

Surplus perdagangan Indonesia pada Maret 2024 tembus US$ 4,47 miliar. Surplus 47 bulan berturut-turut.

Baca Selengkapnya

Timur Tengah Memanas, BPS Beberkan Sejumlah Komoditas yang Harganya Melonjak

6 hari lalu

Timur Tengah Memanas, BPS Beberkan Sejumlah Komoditas yang Harganya Melonjak

Badan Pusat Statistik atau BPS membeberkan lonjakan harga komoditas akibat memanasnya tekanan geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

Penerbangan Internasional di Bandara Sultan Hasanuddin Airport Makassar Meningkat 8,29 Persen

25 hari lalu

Penerbangan Internasional di Bandara Sultan Hasanuddin Airport Makassar Meningkat 8,29 Persen

Aktivitas penerbangan internasional yang datang, berangkat, dan transit di Bandara Sultan Hasanuddin Airport Makassar pada Februari 2024 meningkat.

Baca Selengkapnya

BPS: Kenaikan Harga Beras Eceran 2024 Paling Tinggi Sejak 2011

27 hari lalu

BPS: Kenaikan Harga Beras Eceran 2024 Paling Tinggi Sejak 2011

Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia A. Widyasanti mengatakan harga beras eceran mengalami kenaikan sebesar 2,06 persen secara bulanan.

Baca Selengkapnya

Terkini: Harga Beras dan Gabah Turun Selama Ramadan, Jokowi Gelontorkan IFG LIfe Rp 3,5 Triliun untuk Bereskan Polis Jiwasraya

27 hari lalu

Terkini: Harga Beras dan Gabah Turun Selama Ramadan, Jokowi Gelontorkan IFG LIfe Rp 3,5 Triliun untuk Bereskan Polis Jiwasraya

BPS menyebut penurunan harga beras secara bulanan terjadi di tingkat penggilingan sebesar 0,87 persen. Namun secara tahunan, di penggiling naik.

Baca Selengkapnya