Pengerajin menata topeng pada Pameran Interior dan Craft 2015 di JCC, Jakarta, 11 Juni 2015. Indonesia perlu penanganan khusus dalam meningkatkan kesiapan wirausaha UMKM untuk menghadapi MEA 2015. Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah masih kesulitan mengakses pinjaman ke bank, karena diharuskan memiliki agunan atau jaminan.
Ketua Forum Tenaga Pendamping UMKM Sumsel, Salama Sri Susanti di Palembang, Jumat mengatakan bahwa kenyataan ini yang membuat pelaku UMKM malas untuk berhubungan ke bank sehingga kerap terjebak dengan jasa non formal (rentenir).
"Jika dihitung secara kasat mata, mungkin dari 100 UMKM hanya 20 yang mau mengakses pinjaman di bank. Selebihnya memilih memakai modal sendiri yang seadanya, atau pinjam dari keluarga bahkan lewat renternir," kata Salama.
Menurutnya, kondisi ini sudah berlangsung lama sehingga menjadi penyebab usaha kecil sulit untuk maju dan rentan gulung tikar.
Padahal, untuk tumbuh dan berkembang dibutuhkan tambahan modal.
"Seharusnya, kalangan perbankan yang jemput bola dan menawarkan produk rendah bunga dan tanpa agunan. Mereka ini seperti tumbuhan yang baru akan bertunas, jika tidak dibantu maka oleh hujan satu malam saja sudah bisa mati," kata dia.
Selain butuh pinjaman modal, pelaku UMKM juga perlu pendampingan agar bisa memaksimalkan uang modal yang diberikan perbankan.
"Pendampingan ini penting agar mereka bisa meningkatkan kualitas, dan barang yang dihasilkan bisa diterima pasar. Selama ini, pelaku usaha yang sudah menerima pinjaman sering terjebak, sehingga hanya berpikir bagaimana membayar ansuran dari bulan ke bulan," kata dia.
Sementara itu, Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Sumsel Budiarto Marsul mengatakan penurunan suku bunga Kredit Usaha Rakyat yang dilakukan pemerintah pada Juni lalu dari 22 persen menjadi 12 persen telah menggeliatkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)di Sumatera Selatan.
"Selama ini, para pelaku usaha masih kesulitan untuk mengembalikan kredit karena bunganya cukup besar. Tapi dengan adanya penurunan suku bunga ini, membuat mereka sedikit leluasa, sehingga akan mendorong pengembangan usaha, tapi dengan catatan tetap kalangan perbankan aktif jemput bola," kata Budiarto.
Amartha dan Unilever Indonesia Sinergikan Jejaring Usaha Mikro Perempuan
27 Februari 2024
Amartha dan Unilever Indonesia Sinergikan Jejaring Usaha Mikro Perempuan
Amartha dan Unilever Indonesia kolaborasikan jejaring usaha mikro Perempuan dengan jejaring bank sampah berbasis komunitas untuk kelola sampah plastik secara produktif dan ekonomis.
Riset Prediksi Kebutuhan Pembiayaan UMKM Rp 4.300 T pada 2026
14 Juli 2023
Riset Prediksi Kebutuhan Pembiayaan UMKM Rp 4.300 T pada 2026
Riset yang dilakukan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bersama Ernst & Young Indonesia menemukan kebutuhan pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah alias UMKM yang mencapai ribuan triliun pada 2026.