Merapat ke TPP, Jokowi Dituding Mengkhianati Konstitusi

Reporter

Editor

Saroh mutaya

Kamis, 29 Oktober 2015 20:06 WIB

Wakil Presiden AS, Joe Biden berjabat tangan dengan Presiden Joko Widodo saat tiba untuk menghadiri jamuan makan siang di Naval Observatory, 28 Oktober 2015. Jamuan santap siang oleh Wapres Joe Biden ini digelar khusus untuk menghormati Presiden Jokowi. AP/Andrew Harnik

TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Presiden Joko Widodo untuk menyepakati Indonesia bergabung dalam Trans Pacific Partnership (TPP) dinilai sebagai sebuah kesalahan fatal.



Keputusan yang terkesan mendadak itu ditempuh selepas kunjungannya ke Amerika Serikat (AS) minggu ini.



Menurut Indonesia for Global Justice (IGJ), ketentuan TPP bertentangan dengan Konstitusi, khususnya terkait dengan kedaulatan negara atas penguasaan dan pengelolaan perekonomian nasional yang diatur dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar RI.



Manajer Riset dan Monitoring IGJ, Rachmi Hertanti, menjelaskan TPP memiliki 29 bab ketentuan liberalisasi perekonomian yang didalamnya disusun sesuai dengan standard dan kepentingan AS. Bahkan cakupan aturannya sangat luas dan komprehensif.



Sehingga, TPP berpotensi terhadap hilangnya kedaulatan negara atas pengelolaan perekonomian nasional dalam rangka mencapai kemakmuran masyarakat.


Advertising
Advertising


TPP telah menghilangkan kontrol negara atas sektor publik yang strategis bagi masyarakat dengan meminta untuk menghapus daftar negatif investasi di sektor ini. Bahkan, TPP hendak memasung peran BUMN dalam mengelola sumber kekayaan nasional.



Dukungan pemerintah yang besar terhadap BUMN dianggap telah menciptakan kompetisi yang tidak adil, sehingga TPP melarang segala bentuk dukungan untuk BUMN, terangnya.



Lebih lanjut, Rachmi menerangkan TPP akan membuka akses perusahaan asing kepada kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang nilainya mencapai Triliyunan dollar AS dari serapan APBN.



Ini bisnis yang menggiurkan bagi korporasi AS. Sehingga TPP menerapkan aturan non-diskriminasi dan national treatment bagi perusahaan asing dalam kegiatan ini, pungkasnya.



Pada 5 Oktober 2015, TPP yang dikomandoi AS telah mencapai kesepakatannya dan artinya Indonesia akan berunding setelah beberapa standar penting selesai dinegosiasikan. Seperti Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) yang berpotensi menghilangkan akses masyarakat terhadap obat-obatan murah serta hilangnya kedaulatan pangan akibat kriminalisasi petani kecil akibat aktivitas budidaya tanaman.



Posisi Indonesia yang akan bergabung ke dalam TPP setelah TPP disepakati oleh 12 negara menyebabkan Indonesia tidak memiliki banyak ruang untuk bernegosiasi dan memiliki posisi tawar yang rendah. Sehingga tidak ada pilihan lain selain mengikuti standar yang telah ditetapkan sebelumnya, tambah Rachmi.



Oleh karena itu, IGJ mengingatkan Jokowi untuk tidak gegabah memutuskan keterlibatan Indonesia di dalam TPP. Pilihan terhadap TPP juga bukan strategi yang tepat bagi pemulihan perekonomian nasional. Sehingga TPP bukan jawaban bagi Indonesia.



TPP diinisiasi oleh Amerika Serikat (AS)dalam rangka untuk mendongkrak perekonomiannya melalui penghapusan berbagai bentuk hambatan perdagangan dan investasi AS di negara mitra TPP.



Pembentukan TPP oleh AS juga dilatarbelakangi untuk menyaingi dan menghambat dominasi China di Asia Pasifik, dimana China telah banyak diuntungkan dengan mengikatkan banyak perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara ASEAN dan 6 negara Asia Pasifik lainnya seperti India, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Selandia Baru.



BISNIS

Berita terkait

Laba JPMorgan Chase Pada Triwulan pertama 2024 Rp 216,3 Triliun, Ini Profil Perusahaan yang Berdiri Sejak 1872

17 hari lalu

Laba JPMorgan Chase Pada Triwulan pertama 2024 Rp 216,3 Triliun, Ini Profil Perusahaan yang Berdiri Sejak 1872

Berikut profil JPMorgan Chase yang alami kenaikan 6 persen dalam triwulan pertama 2024 setara Rp 216,3 triliun. Usia perusahaan ini sudah 152 tahun.

Baca Selengkapnya

Setelah Jakarta Bukan IKN, Heru Budi Minta Kelonggaran 3 Kebijakan dari Pemerintah Pusat

30 Agustus 2023

Setelah Jakarta Bukan IKN, Heru Budi Minta Kelonggaran 3 Kebijakan dari Pemerintah Pusat

Menurut Heru Budi, 15 tahun ke depan Jakarta masih bisa memimpin di sektor ekonomi.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Terapkan Sinergi Kebijakan Fiskal dan Moneter Responsif

15 Maret 2023

Pemerintah Terapkan Sinergi Kebijakan Fiskal dan Moneter Responsif

Pemerintah akan terus melakukan sinergi antara pemangku kepentingan

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Kebijakan Fiskal dan Moneter Jaga Daya Beli dan Aktivitas Ekonomi 2022

6 Februari 2023

BPS Sebut Kebijakan Fiskal dan Moneter Jaga Daya Beli dan Aktivitas Ekonomi 2022

BPS mencatat bagaimana kebijakan pemerintah melalui konsolidasi fiskal dan moneter sepanjang 2022.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Kebijakan Ekonomi Makro dan Fiskal 2023 Fokus Transisi ke Endemi

20 Mei 2022

Sri Mulyani: Kebijakan Ekonomi Makro dan Fiskal 2023 Fokus Transisi ke Endemi

Sri Mulyani berharap kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2023 searah dengan tahap transisi ke periode endemi.

Baca Selengkapnya

Bank Indonesia: Normalisasi Kebijakan yang Prematur Sangat Berisiko

13 Mei 2022

Bank Indonesia: Normalisasi Kebijakan yang Prematur Sangat Berisiko

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengatakan exit strategy atau normalisasi kebijakan BI akan dilakukan pada saat yang tepat

Baca Selengkapnya

UNS Beri Penghargaan ke Sri Mulyani Atas Kebijakan Fiskal Selama Pandemi

11 Maret 2022

UNS Beri Penghargaan ke Sri Mulyani Atas Kebijakan Fiskal Selama Pandemi

Universitas Sebelas Maret atau UNS menyerahkan penghargaan Parasamya Anugerah Dharma Bhakti Upa Bhaksana kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Baca Selengkapnya

Penting untuk Atasi Covid-19, Barang-Barang Ini Dapat Fasilitas Fiskal

1 Agustus 2021

Penting untuk Atasi Covid-19, Barang-Barang Ini Dapat Fasilitas Fiskal

Kementerian Keuangan menambahkan tujuh barang yang penting dalam penanganan pandemi di Indonesia ke daftar penerima fasilitas fiskal

Baca Selengkapnya

Bank Dunia Rekomendasikan RI Naikkan Tarif Cukai Hasil Tembakau, Ini Sebabnya

23 Juni 2021

Bank Dunia Rekomendasikan RI Naikkan Tarif Cukai Hasil Tembakau, Ini Sebabnya

Bank Dunia mengusulkan agar pemerintah Indonesia menaikkan tarif cukai hasil tembakau dan menyederhanakan struktur tarif cukai tembakau.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Mudah-mudahan Pemulihan Fiskal Berjalan, Tidak Diinterupsi Covid-19

15 Juni 2021

Sri Mulyani: Mudah-mudahan Pemulihan Fiskal Berjalan, Tidak Diinterupsi Covid-19

Sri Mulyani Indrawati mengatakan saat ini tanda-tanda pemulihan ekonomi sudah mulai tampak meski krisis pandemi Covid-19 masih terus berlangsung.

Baca Selengkapnya