Petani menjemur gabah di daerah terdampak genangan Waduk Jatigede, Desa Cibogo, Darmaraja, Sumedang, Jawa Barat, 7 Agustus 2015. Kemarau panjang akibat dampak El Nino diprediksikan bakal mempengaruhi stok beras di masa paceklik di awal tahun depan. Idealnya Bulog memiliki stok 2,5 juta ton beras pada akhir tahun. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi petani beras yang tergabung dalam Gerakan Kebangkitan Petani Indonesia (Gerbang Tani) mengusulkan pembentukan lembaga pangan nasional. Gagasan ini muncul karena pemerintah berencana mengimpor beras akibat ketidakakuratan data produksi gabah dalam negeri.
"Kami mengusulkan lembaga ini ada di bawah Presiden. Nantinya lembaga ini akan berwenang penuh atas kebijakan pangan nasional," kata Ketua Umum Gerbang Tani Idham Arsyad dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Selasa, 13 Oktober 2015.
Menurut Idham, para petani resah dengan wacana-wacana impor beras yang selama ini dilontarkan. Ia mencontohkan pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyatakan impor beras diperlukan. "Dengan lembaga pangan ini, bukan kebijakan Wapres atas nama rapat kabinet yang akan memutuskan impor atau tidak impor beras," ujarnya.
Adapun kantor berita Reuters memberitakan, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Vietnam menyatakan telah memenangi kontrak untuk memasok 1 juta ton beras ke Indonesia. Kontrak tersebut senilai US$ 350 per ton atau total setara Rp 4,8 triliun.
Pemberitaan tersebut mengemuka sejak pemerintah mewacanakan impor beras untuk mengantisipasi kekurangan pada akhir tahun. Menurut Idham, rencana ini bertolak belakang dengan Nawa Cita pemerintah Jokowi-JK, yakni mencapai kedaulatan pangan.
Badan Pusat Statistik sebelumnya menyatakan Indonesia bakal surplus beras 10,5 juta ton pada tahun ini. Namun, faktanya, harga beras terus naik di atas Rp 10.500 per kilogram untuk kualitas premium. Sedangkan stok beras Bulog hanya 1,8 juta ton, dengan rincian 1,1 juta ton beras medium untuk kebutuhan penyaluran beras sejahtera dan 700 ribu ton beras premium.