Petani merontokan bulir padi dengan mesin huller saat panen raya di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 27 September 2015. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia Dwi Andreas Santosa mengatakan data produksi pertanian tak akurat bisa picu krisis pangan. Ia menyebut bahwa data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian beberapa waktu lalu tidak akurat.
"Data produksi pangan bermasalah sejak belasan tahun karena intervensi berbagai kepentingan, baik politik, perdagangan, maupun upaya lainnya," kata Dwi dalam diskusi ketahanan pangan di Jakarta, Jumat, 2 Oktober 2015.
Kementerian Pertanian dan BPS dalam angka ramalan (ARAM) I, Juli 2015 memperkirakan produksi padi tahun ini meningkat spektakuler sebesar 6,64 persen. Semula 70,85 juta ton gabah kering giling (GKG) 2014 menjadi 75,55 juta ton GKG atau kenaikan sebesar 4,70 juta ton GKG. Jumlah tersebut setara dengan 3 juta ton beras.
Berangkat dari data yang dirilis BPS tersebut, Dwi Andreas menyatakan bahwa fakta di lapangan tidak demikian. "BPS juga menyebut ada peningkatan di komoditas jagung dan kedelai, faktanya tidak pernah ada peningkatan di tiga sektor itu secara bersamaan," katanya.
Dwi menambahkan, jika pemerintah bergeming dengan data dan kebijakan yang ada maka akan terjadi krisis pangan yang mengkhawatirkan mulai akhir 2015 atau bahkan sebelumnya. Gejolak tersebut akan dipertajam dengan ancaman kekeringan parah akibat El Nino. Diperkirakan krisis pangan akan berlanjut di 2016. "Stok beras akhir tahun akan jadi yang terendah dalam empat tahun terakhir," kata guru besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor itu.
BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen
11 hari lalu
BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen
Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.