Pemerintah Akan Revisi Regulasi Batasi Penjualan Miras

Reporter

Rabu, 23 September 2015 14:15 WIB

Seorang pekerja memeriksa kemasan Bir Bintang saat diproduksi di PT Multi Bintang Indonesia, Tangerang, Banten, 17 April 2015. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Setelah menimbulkan pro dan kontra mengenai peredaran minuman beralkohol, pemerintah akhirnya bersedia mengakomodasi keinginan sebagian masyarakat terkait penjualan komoditas tersebut.

Kementerian Perdagangan dalam waktu dekat akan merevisi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A.

"Intinya, peraturan dirjen dalam negeri yang mengatur khusus daerah wisata yang ada peraturan daerahnya itu akan direvisi dan dikembalikan ke kabupaten/kota untuk lokasi mana saja yang boleh (menjual) dan tidak melanggar permendag yang ada," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina.

Aturan Dirjen Dagri No. 04/2015 tersebut mengatur tata cara penjualan minuman beralkohol golongan A, khususnya untuk daerah wisata. Namun dengan direvisinya aturan tersebut, pemerintah daerah akan memiliki wewenang untuk menetapkan daerah mana saja yang bisa menjual bir dan minuman sejenisnya.

"Biarkan pemerintah daerah yang menentukan lokasi mana yang bisa menjual minuman beralkohol tersebut. Karena pemerintah daerah yang paling paham terhadap masyarakatnya, apakah memerlukan minuman beralkohol atau tidak," ujar Srie.

Namun, Srie menegaskan, revisi tersebut bukan berarti minuman beralkohol golongan A bisa dijual kembali di minimarket. Sebab, pelarangan penjualan bir masih diatur dalam Permendag No 06/2015 tentang perubahan kedua atas Permendag No. 20/M-DAG/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.

"Untuk perdirjen itu kan hanya (memperbolehkan) di kawasan wisata. Nanti di luar kawasan wisata juga boleh sepanjang bupati atau wali kota yang menetapkan, tetapi tetap non-minimarket," kata Srie.

Srie mengatakan dengan adanya rencana relaksasi tersebut, pemerintah daerah yang akan menentukan. Namun beberapa kota di Jawa Barat, seperti Bandung dan Depok, menyatakan mereka tidak memerlukan minuman beralkohol golongan A untuk warga.

"Dengan adanya revisi perdirjen, artinya bupati atau wali kota yang paling paham mengenai masyarakatnya, butuh atau tidak. Seperti Bandung, mereka tidak butuh. Jawa Barat ada beberapa kota yang sudah menolak. Depok juga tidak mau," ujar Srie.

Kurang lebih ada sembilan jenis minuman beralkohol golongan A yang beredar di Indonesia, yaitu shandy, minuman ringan beralkohol, bir, lager, ale, bir hitam atau stout, low alcohol wine, minuman beralkohol berkarbonasi, dan anggur brem Bali.

Rencana revisi tersebut merupakan salah satu yang masuk dalam paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah pada 9 September 2015. Dalam paket tersebut rencana untuk revisi masuk ke dalam Daftar Kebijakan Deregulasi September 2015 dan direncanakan selesai pada bulan yang sama.

Tujuan dari adanya deregulasi tersebut secara garis besar diarahkan untuk memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri atau utilisasi kapasitas industri dan menghilangkan distorsi industri yang membebani konsumen dengan melepas tambahan beban regulasi dan birokrasi bagi industri.

Aturan terkait pelarangan penjualan minuman beralkohol golongan A di minimarket tersebut sesungguhnya baru berjalan efektif sejak April 2015 pada masa kepemimpinan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel. Namun aturan turunan dari permendag akan direvisi setelah Rachmat digantikan oleh Thomas Lembong beberapa waktu lalu.

Pada saat itu Kementerian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang perubahan kedua atas Permendag No. 20/M-DAG/4/2014 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan minuman beralkohol yang melarang minimarket untuk menjual minuman beralkohol golongan A karena dianggap meresahkan masyarakat.

Setelah dikeluarkan permendag, Kementerian Perdagangan juga mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A, khususnya untuk daerah wisata di Indonesia.

Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati menyikapi rencana relaksasi Peraturan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Pelaksanaan Pengendalian, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A. "Rencana perubahan peraturan itu harus dipastikan tidak bertentangan dengan aturan di atasnya," katanya.

Peraturan di atasnya adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015, baik secara normatif maupun semangat yang terkandung dalam permendag tersebut, yakni melindungi konsumen serta menjaga kesehatan dan keamanan masyarakat.

"Rencana perubahan peraturan dirjen itu harus ditolak bila dimaksudkan untuk memperlonggar peredaran alkohol golongan A di daerah dengan menyerahkan kewenangannya di pemerintahan daerah (pemda)," katanya.

Penyerahan kewenangan ke pemda terkait peredaran minuman beralkohol justru akan menghambat efektivitas pelaksanaan Permendag Nomor 6 Tahun 2015. "Karena dalam prakteknya, tidak sedikit perda yang bertentangan dengan peraturan di atasnya," kata anggota Fraksi PPP itu.

Menurut dia, rencana relaksasi peraturan Dirjen Nomor 04/PDN/PER/4/2015 itu, yang masuk dalam Daftar Kebijakan Deregulasi sebagai implementasi Paket Kebijakan Ekonomi yang dikeluarkan pemerintah pada 9 September 2015, kurang tepat.

"Semangat pemulihan ekonomi semestinya bukan justru membuka potensi negatif terhadap masyarakat," katanya. Dia mengatakan banyak cara yang minim risiko ketimbang menderegulasi peraturan dirjen tersebut yang terkait dengan pengendalian minuman beralkohol.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan relaksasi regulasi minuman keras akan melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.

"Minuman keras adalah barang yang dikenai cukai, sehingga sudah seharusnya penjualannya dibatasi dengan ketat," kata Tulus Abadi melalui siaran pers. Tulus mengatakan prinsip barang yang dikenai cukai adalah barang yang legal, tetapi penggunaan atau konsumsinya dibatasi. Penjualan barang kena cukai harus seketat mungkin, sehingga tidak mudah diakses oleh masyarakat, apalagi anak-anak dan remaja.

Dengan membolehkan kembali minuman keras dijual di minimarket, Tulus menilai Kementerian Perdagangan telah melanggar Undang-Undang Cukai. Sebab, minimarket modern saat ini telah "menjamur" di semua tempat tanpa bisa dikendalikan.

"Minuman keras, termasuk rokok yang juga dikenai cukai, tidak boleh dijual di minimarket yang mudah diakses anak-anak. Penjualan minuman keras dan rokok harus sangat ketat," tuturnya.

Menurut Tulus, minuman keras dan rokok merupakan pintu pertama bagi seseorang untuk mengonsumsi narkotik dan obat-obatan berbahaya. Dengan membiarkan, bahkan mengizinkan minuman keras dan rokok dijual bebas, maka Kementerian Perdagangan bisa dituding kontra-pengendalian narkoba.

"Itu jelas bertentangan dengan kredo Presiden Joko Widodo yang menyatakan perang terhadap narkoba," ujarnya. Karena itu, YLKI menolak relaksasi regulasi penjualan minuman keras dan mendesak Kementerian Perdagangan agar tetap melarang penjualan minuman keras di minimarket modern.

ANTARA

Berita terkait

Jokowi Bilang Sedimen Beda dari Pasir Laut, Susi Sebut Sedimen Apapun Sangat Penting

14 jam lalu

Jokowi Bilang Sedimen Beda dari Pasir Laut, Susi Sebut Sedimen Apapun Sangat Penting

Berikut ini dua ekspresi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di medsos atas kebijakan Jokowi buka keran ekspor pasir laut.

Baca Selengkapnya

Wakil Menteri Luar Negeri Iran Optimis pada Perjanjian Perdagangan dengan Indonesia

37 hari lalu

Wakil Menteri Luar Negeri Iran Optimis pada Perjanjian Perdagangan dengan Indonesia

Indonesia berharap akan mulai menerapkan Perjanjian Preferensial Perdagangan (PTA) dengan Iran pada 2025.

Baca Selengkapnya

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Informasi Publik Ungkap Fakta Dugaan Impor Produk Israel ke Indonesia

37 hari lalu

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Informasi Publik Ungkap Fakta Dugaan Impor Produk Israel ke Indonesia

Koalisi Masyarakat Sipil desak transparansi perdagangan Indonesia dan Israel, bagaimana tuntutannya?

Baca Selengkapnya

Kemenparekraf Utus 10 Developer Gim Indonesia Ikuti Ajang Gamescom 2024 di Jerman

39 hari lalu

Kemenparekraf Utus 10 Developer Gim Indonesia Ikuti Ajang Gamescom 2024 di Jerman

Kemenparekraf menyebut 10 pengembang gim asal Indonesia siap mengikuti pameran Gamescom di Jerman.

Baca Selengkapnya

Minim Dana Operasional, Satgas Persilakan Industri Ambil Pakaian Bekas dan Tekstil Impor Ilegal jadi Bahan Bakar

45 hari lalu

Minim Dana Operasional, Satgas Persilakan Industri Ambil Pakaian Bekas dan Tekstil Impor Ilegal jadi Bahan Bakar

Satgas persilakan industri ambil balpres dan tekstil impor ilegal jadi bahan bakar. Imbas kurang dana pemusnahan.

Baca Selengkapnya

Ahmad Luthfi Tak Lagi Jadi Kapolda Jawa Tengah, ke Mana Dimutasi dan Apa Tugasnya?

53 hari lalu

Ahmad Luthfi Tak Lagi Jadi Kapolda Jawa Tengah, ke Mana Dimutasi dan Apa Tugasnya?

Kapolda Jawa Tengah Ahmad Luthfi dimutasi sebagai Pati Itwasum dan akan bertugas di Kementerian Perdagangan. Lantas, apa tugasnya?

Baca Selengkapnya

Peneliti Indef Sebut Pemerintah Tidak Konsisten di Kebijakan Impor

13 Juli 2024

Peneliti Indef Sebut Pemerintah Tidak Konsisten di Kebijakan Impor

Peneliti Indef mengatakan pemerintah tidak konsisten dalam menetapkan kebijakan impor.

Baca Selengkapnya

Asosiasi Tekstil Desak Pemerintah Stop Impor 700 Produk

11 Juli 2024

Asosiasi Tekstil Desak Pemerintah Stop Impor 700 Produk

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mendesak pemerintah membatasi impor tekstil

Baca Selengkapnya

Kementerian Perdagangan Tak Akan Cabut Permendag Kebijakan Impor Tuntutan Buruh

4 Juli 2024

Kementerian Perdagangan Tak Akan Cabut Permendag Kebijakan Impor Tuntutan Buruh

Pelaksana harian Direktur Impor Kementerian Perdagangan Iman Kustiaman menemui perwakilan buruh yang berunjuk rasa.

Baca Selengkapnya

Partai Buruh: 127 Ribu Orang di Industri Tekstil Terkena PHK, Cabut Permendag tentang Kebijakan Impor

3 Juli 2024

Partai Buruh: 127 Ribu Orang di Industri Tekstil Terkena PHK, Cabut Permendag tentang Kebijakan Impor

Said Iqbal mengatakan rilis Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan hanya 27 ribu buruh di industri tekstil yang terkena PHK.

Baca Selengkapnya