Petugas SPBU melayani pengisian pertamax untuk mobil pribadi di SPBU Cikini, Jakarta, (26/04). Pemerintah berencana menaikkan harga premium mobil pribadi menjadi Rp 6500/liter mulai Mei 2013. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Pelemahan ekonomi global turut menyeret harga minyak dunia hingga di bawah US$ 40 per barel. Meski demikian, pemerintah tak akan menurunkan harga bahan bakar minyak bersubsidi, seperti Premium dan solar, pada September.
“Harga jual sekarang memang lebih tinggi sedikit (dari harga keekonomian) beberapa ratus rupiah,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said di Jakarta, Minggu, 30 Agustus 2015.
Namun pemerintah tak lantas akan menurunkan harga BBM bersubsidi untuk saat ini. Selisih kelebihan tersebut akan digunakan untuk membayar utang kepada PT Pertamina (Persero). Utang tersebut muncul karena Pertamina pernah menjual BBM dengan harga di bawah harga keekonomian.
Pada awal Agustus lalu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan ada potensi keuntungan US$ 1 miliar atau Rp 12 triliun yang hilang karena adanya penetapan harga baru BBM oleh pemerintah. Karena itu, Dwi berharap pemerintah tak menurunkan harga Premium saat harga minyak mulai turun saat ini untuk menutupi defisit keuntungan Rp 12 triliun tersebut.
Selain buat membayar utang, kelebihan dana yang tersisa akan dipupuk untuk dana pertahanan energi. Uang tersebut akan menjadi suntikan modal untuk pembangunan listrik di daerah terpencil serta membangun penimbunan BBM bagi daerah yang sulit terjangkau. Dengan demikian, kelangkaan bahan bakar dapat teratasi.
Harga patokan minyak mentah Amerika Serikat, Light Sweet atau West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Oktober turun US$ 87 sen menjadi US$ 40,45 per barel di New York Mercantile Exchange, Jumat lalu. WTI sempat turun di bawah US$ 40 per barel untuk pertama kalinya sejak Februari 2009 menjadi US$ 39,86.
Di London, harga minyak mentah Brent North untuk pengiriman Oktober turun ke level US$ 45,46 per barel atau turun dari penutupan Kamis.