Butiran garam di Bonneville Salt Flats, bagian dari Great Salt Lake di Utah, Amerika Serikat, 23 Juli 2015. Setiap tahun pada bulan Agustus, puluhan mobil datang ke lokasi ini untuk mencapai kecepatan setinggi-tingginya, baik dengan menggunakan mesin konvensional maupun mesin jet. AP/Rick Bowmer
TEMPO.CO, Jakarta - Harga garam di tingkat petani untuk kualitas K1 di Madura dan Surabaya diklaim telah mencapai Rp 750 per kilogram atau sesuai dengan harga acuan yang ditetapkan pemerintah.
Ketua Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (A2PGRI) Jakfar Sodikin mengatakan harga garam bahkan sempat menyentuh Rp 825 per kg pada pekan lalu, ketika panen garam belum merata.
“Harga tersebut dihitung dari titik pengumpulan, yakni di atas truk di pinggir jalan raya. Harga di tingkat petani akan berbeda-beda, bergantung pada posisi ladang garam,” ujarnya, Rabu, 19 Agustus 2015.
Menurut Jakfar, garam petani kualitas industri tersebut diserap sejumlah industri aneka pangan, seperti PT Sumatraco Langgeng Makmur, PT Susanti Megah, dan PT Cheetam Garam Indonesia. Perusahaan tersebut membutuhkan garam sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk memproduksi aneka produk olahan.
Sebelumnya, harga garam di tingkat petani sempat anjlok hingga Rp 275 per kg. Anjloknya harga itu diduga karena merembasnya garam impor hingga ke tingkat konsumen. Padahal seharusnya garam impor hanya dapat digunakan untuk kebutuhan konsumsi dan produksi. Itu pun terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan importir.
Pemerintah telah menetapkan roadmap swasembada garam nasional pada 2017, yang kemudian dipercepat menjadi akhir tahun ini. Produksi garam nasional ditargetkan mampu menyentuh 4,6 juta ton, terdiri atas garam rakyat sebanyak 3,2 juta ton dan PT Garam 1,4 juta ton.
Adapun sepanjang 2014, realisasi produksi garam nasional mencapai 2,5 juta ton, terdiri atas garam rakyat sebanyak 2,2 juta ton dan PT Garam 350.000 ton.