Mengapa Ekonomi Indonesia Lesu? Ini Penjelasan Menkeu

Reporter

Selasa, 4 Agustus 2015 13:29 WIB

(kiri-kanan) Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo, Menkumham Yasonna H Laoly, Menkeu Bambang P.S. Brodjonegoro dan Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago dalam Rapat Kerja bersama Banggar DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 19 Januari 2015. Rapat tersebut membahas Pembicaraan Tk.I/Pembahasan RUU tentang Perubahan APBN TA 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan, di tengah perlambatan global, fundamental ekonomi Tanah Air masih terjaga. Kondisi ini akan terus dipertahankan dengan menjaga stabilitas keuangan. "Sambil secara perlahan mendorong pertumbuhan," kata Bambang di kantor Bank Indonesia, Selasa, 4 Agustus 2015.

Perlambatan ekonomi diklaim Bambang terjadi karena tekanan global imbas memburuknya ekonomi Cina setelah berjaya selama dua dekade terakhir. Selain itu, kondisi ekonomi Amerika Serikat membaik sehingga nilai tukar dolar, khususnya terhadap rupiah, kian menguat.

Bambang menambahkan, untuk mendorong pertumbuhan, pemerintah menjagokan komponen belanja pemerintah. Bambang optimistis belanja bisa mencapai 80 persen hingga akhir tahun.

Saat ini pun, kata Bambang, sudah ada sekitar Rp 900 triliun duit negara yang tersebar di masyarakat. Kondisi ini dianggap bagus untuk merangsang pertumbuhan, khususnya industri yang signifikan seperti padat karya dan manufaktur.

Bambang berjanji stimulus dan insentif tetap dilakukan guna merangsang investasi swasta. "Kondisi ini jauh berbeda dibanding saat krisis 1997 karena waktu itu fundamental ekonomi rapuh."

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan makro ekonomi Indonesia masih terbilang baik. Angka inflasi yang bertengger di 0,93 persen dan defisit transaksi berjalan yang menurun ke 2,3 persen adalah sentimen bagus untuk fundamental ekonomi Tanah Air. "Neraca perdagangan juga surplus," ucapnya.

Menurut Agus, depresiasi rupiah masih lebih baik bila dibandingkan negara berkembang lain. Secara tahunan, depresiasi rupiah memang mencapai 8 persen. Namun, secara month to date, depresiasi hanya 1 persen, sementara negara-negara ASEAN mencapai lebih dari 1,5 persen.

Volatilitas rupiah juga dianggap membaik karena berada pada kisaran 8 persen. Sedangkan negara lain, seperti Turki dan Afrika Selatan saja, mencapai 10 persen.

ROBBY IRFANY

Berita terkait

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

17 jam lalu

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sedang menjadi sorotan publik karena sejumlah kasus dan disebut tukang palak. Berapa pendapatan pegawai Bea Cukai?

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

3 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

5 hari lalu

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

6 hari lalu

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan

6 hari lalu

Pemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan

Pemerintah meraup Rp 5,925 triliun dari pelelangan tujuh seri SBSN tambahan.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

7 hari lalu

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

Kementerian Keuangan antisipasi dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Menhub Budi Karya Sebut Bandara Panua Pohuwato akan Tingkatkan Perekonomian Gorontalo

8 hari lalu

Menhub Budi Karya Sebut Bandara Panua Pohuwato akan Tingkatkan Perekonomian Gorontalo

Menteri Perhubungan atau Menhub Budi Karya Sumadi mengatakan Bandara Panua Pohuwato menjadi pintu gerbang untuk mengembangkan perekonomian di Kabupaten Pohuwato dan Provinsi Gorontalo.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Pakai Kain Batik pada Hari Terakhir di Washington, Hadiri 3 Pertemuan Bilateral

9 hari lalu

Sri Mulyani Pakai Kain Batik pada Hari Terakhir di Washington, Hadiri 3 Pertemuan Bilateral

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenakan kain batik pada hari terakhirnya di Washington DC, Amerika Serikat, 21 April kemarin.

Baca Selengkapnya

Apa Kata Pengamat Ekonomi jika Konflik Iran-Israel Berlanjut bagi Indonesia?

13 hari lalu

Apa Kata Pengamat Ekonomi jika Konflik Iran-Israel Berlanjut bagi Indonesia?

Konflik Iran-Israel menjadi sorotan sejumlah pengamat ekonomi di Tanah Air. Apa dampaknya bagi Indonesia menurut mereka?

Baca Selengkapnya

Imbas Serangan Iran ke Israel, Pemerintah akan Evaluasi Anggaran Subsidi BBM 2 Bulan ke Depan

15 hari lalu

Imbas Serangan Iran ke Israel, Pemerintah akan Evaluasi Anggaran Subsidi BBM 2 Bulan ke Depan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merespons soal imbas serangan Iran ke Israel terhadap harga minyak dunia. Ia mengatakan pemerintah akan memonitor kondisi selama dua bulan ke depan sebelum membuat keputusan ihwal anggaran subsidi bahan bakar minyak atau BBM.

Baca Selengkapnya