Menteri Akan Segera Koordinasikan Aturan Kenaikan Bea Masuk

Reporter

Editor

Saroh mutaya

Jumat, 24 Juli 2015 22:02 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK.010/2015, karena dinilai tumpang tindih dengan pelarangan impor pakaian bekas.

"Jika ada PMK yang keluar terkait dengan beberapa Bea Masuk yang dinaikkan, beberapa pos tarif HS yang bersinggungan, akan dilakukan koordinasi lebih lanjut supaya implementasinya lebih baik," kata Direktur Impor Kementerian Perdagangan Thamrin Latuconsina, saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat, 24 Juli 2015.

Peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK.010/2015 tersebut merupakan Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan No. 213/PMK011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.

Dalam aturan baru yang diterbitkan pada 8 Juli 2015 lalu, dinilai tumpang tindih karena mengatur importasi pakaian bekas dan dikenakan bea masuk sebesar 35 persen.

Sementara pada 9 Juli 2015, Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan Permendag No. 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.

Thamrin mengatakan, pihaknya dan Kementerian Keuangan akan melihat terlebih dahulu esensi dari aturan yang beru dikeluarkan tersebut. Namun, Thamrin menambahkan pelarangan impor pakaian bekas tersebut sudah menjadi komitmen nasional.

"Karena ada garis yang bersinggungan dengan pelarangan impor pakaian bekas, di mana pos tarifnya ada dalam aturan kenaikan bea masuk, maka nanti akan kita koordinasikan lebih lanjut supaya tidak ada bentturan," ujarnya.

Thamrin menambahkan, koordinasi akan dilakukan secepatnya dengan sasaran adalah memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha di dalam negeri.

Sementara itu, Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan, Widodo menyatakan bahwa kendati memang ada perbedaan aturan tersebut, pihaknya menegaskan bahwa impor pakaian bekas tetap dilarang.

"Meskipun ada bea masuk dan HS, tapi dilarang untuk impor, itu tidak akan masuk," ucap Widodo.

Beberapa waktu lalu, aturan Peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK.010/2015 tersebut dikeluarkan dan mulai berlaku efektif pada 23 Juli 2015 lalu. Ada kurang lebih sebanyak 1.500 item barang yang dikenakan kenaikan bea masuk.

Beberapa barang di antaranya adalah, kopi impor dengan tarif bea masuk menjadi 20 persen, teh impor dikenakan bea masuk menjadi 20 persen, daging-dagingan yang diolah atau diawetkan dengan bea masuk 30 persen, dan ikan-ikanan dengan rata-rata bea masuk 15 persen-20 persen.

Selain itu, minuman fermentasi dari buah anggur segar termasuk minuman fermentasi yang diperkuat menjadi 90 persen, minuman etil alkohol yang tidak di denaturasi dengan kadar alkohol kurang dari 80 persen dan menurut volume dimana alkohol dan minuman lainnya dengan bea masuk impor menjadi 150 persen, dan pakaian bekas dan barang bekas lainnya menjadi 35 persen.

Dengan ditetapkan bea masuk untuk pakaian bekas impor sebesar 35 persen tersebut, maka PMK 132/2015 tersebut dinilai tumpang tindih dengan Permendag 51/2015 yang baru akan berlaku pada September 2015.

ANTARA

Berita terkait

LPEM FEB UI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal Kedua 2024 Melambat

1 hari lalu

LPEM FEB UI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal Kedua 2024 Melambat

BPS menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,11 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy) pada triwulan I 2024.

Baca Selengkapnya

Jokowi Sebut Impor Produk Elektronik Bikin Defisit hingga Rp 30 Triliun Lebih

1 hari lalu

Jokowi Sebut Impor Produk Elektronik Bikin Defisit hingga Rp 30 Triliun Lebih

Jokowi menyayangkan perangkat teknologi dan alat komunikasi yang digunakan di Tanah Air saat ini masih didominasi oleh barang-barang impor.

Baca Selengkapnya

Harga Emas Antam Hari Ini Naik Rp 8.000, Rp 1.318.000 per Gram

1 hari lalu

Harga Emas Antam Hari Ini Naik Rp 8.000, Rp 1.318.000 per Gram

Harga emas Antam hari ini naik sebesar Rp 8 ribu ke level Rp 1.318.000 per gram.

Baca Selengkapnya

RI Minta Dukungan Belanda soal Perjanjian Bilateral Dagang dengan Uni Eropa

1 hari lalu

RI Minta Dukungan Belanda soal Perjanjian Bilateral Dagang dengan Uni Eropa

Pemerintah Indonesia dan Belanda sepakat membahas kelanjutan rencana perjanjian bilateral dagang RI-Uni Eropa (IEU-CEPA).

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat ke Level Rp 16.025 per Dolar AS

2 hari lalu

Rupiah Menguat ke Level Rp 16.025 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat dalam penutupan perdagangan hari ini ke level Rp 16.025 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

RI - Inggris Berkomitmen Perkuat Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan

3 hari lalu

RI - Inggris Berkomitmen Perkuat Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan

Pemerintah Indonesia bertemu dengan Menteri Perdagangan Inggris Greg Hands MP untuk membahas sejumlah kerja sama di bidang ekonomi dan perdagangan.

Baca Selengkapnya

Kian Panas, Turki Putuskan Hubungan Dagang dengan Israel

5 hari lalu

Kian Panas, Turki Putuskan Hubungan Dagang dengan Israel

Turki memutuskan hubungan dagang dengan Israel seiring memburuknya situasi kemanusiaan di Palestina.

Baca Selengkapnya

Wamendag ke Mesir Bahas Perjanjian Dagang Bilateral di Tengah Kondisi Ekonomi Global yang Tidak Stabil

6 hari lalu

Wamendag ke Mesir Bahas Perjanjian Dagang Bilateral di Tengah Kondisi Ekonomi Global yang Tidak Stabil

Pemerintah Indonesia terbuka terhadap pemanfaatan transaksi imbal dagang business-to-business (b-to-b).

Baca Selengkapnya

Menko Airlangga Bahas Produk Susu dengan Menteri Perdagangan Inggris: RI akan Lakukan Deregulasi

7 hari lalu

Menko Airlangga Bahas Produk Susu dengan Menteri Perdagangan Inggris: RI akan Lakukan Deregulasi

Menko Airlangga menegaskan Indonesia tengah melakukan deregulasi yang menekankan mekanisme lebih mudah untuk pendaftaran produk susu dan turunannya.

Baca Selengkapnya

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

7 hari lalu

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatatkan pertumbuhan pendapatan di kuartal I 2024 ini meningkat hingga 18,07 persen dibandingkan kuartal I 2023.

Baca Selengkapnya