BI Pastikan Indonesia Jauh dari Krisis Moneter 1998

Reporter

Rabu, 15 Juli 2015 14:21 WIB

Gubernur BI Agus DW Martowardojo, resmikan penerbitan uang NKRI pecahan seratus ribu rupiah di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, 18 Agustus 2014. TEMPO/Dian Triyuli Handoko

TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia memastikan kondisi perekonomian nasional saat ini jauh dari kondisi ketika Indonesia dilanda krisis moneter pada 1998. Kendati rata-rata nilai tukar rupiah pada semester pertama tahun ini mendekati angka 13 ribu per dolar AS, indikator ekonomi lainnya menunjukkan fundamental yang sangat berbeda.

“Waspada harus, tapi tak perlu panik. Situasinya sekarang jauh lebih baik,” kata Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo saat buka puasa bersama para pemimpin media massa di kantornya, Senin, 13 Juli 2015. “Kalau ada yang membandingkan keadaan sekarang hanya karena kurs yang mendekati nilai pada 1998 di sekitar 15 ribu per dolar, itu sama sekali tidak sama.”

Menurut Agus, rendahnya nilai tukar rupiah atau mata uang suatu negara tak serta-merta menunjukkan lemahnya ekonomi. Ia menyebutkan beberapa negara, seperti Jepang dan Korea Selatan, yang dengan sengaja menurunkan kurs mata uang mereka agar produk-produk ekspornya mampu bersaing dan tak kehilangan pasar. Begitu pula dengan negara-negara di Eropa.

“Mereka itu negara dengan ekonomi kuat,” ujar Agus. “Dengan situasi global yang belum menentu, sejak 2013, kami memang mendesain kebijakan yang menetapkan bahwa kekuatan ekonomi jauh lebih penting ketimbang mengejar pertumbuhan tinggi.”

Bersama pemerintah, Agus melanjutkan, Bank Indonesia sepakat bahwa neraca berjalan yang beberapa waktu lalu sempat negatif adalah sasaran paling penting yang perlu diperbaiki. Kecenderungan impor yang terus meningkat harus direm di tengah menurunnya ekspor dan permintaan pasar yang melemah.

“Kebijakan itu dijalankan dengan terus menaikkan tingkat suku bunga dan menjaga nilai tukar agar tidak terlalu kuat. Nilai tukar rupiah saat ini sudah mencerminkan ekonomi Indonesia,” tutur Agus. Untuk menjaga agar nilai itu tidak berfluktuasi tanpa kendali dan akhirnya merepotkan pelaku ekonomi, Bank Indonesia selalu ada di pasar.

“Makanya, kalau ada yang tanya, kenapa cadangan devisa menurun, ya, karena memang kami harus melakukan stabilisasi,” tutur Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara. “Posisi terakhir cadangan devisa kita akhir Juni lalu US$ 108 miliar. Jumlah itu masih cukup aman karena itu setara dengan enam bulan lebih pembiayaan impor kita.”

TOMI ARYANTO

Berita terkait

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

5 jam lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

2 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

3 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

3 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

3 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

4 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

4 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

4 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

6 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

7 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya