TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Perhubungan segera memberlakukan kewajiban perusahaan otobus (PO) menjual tiket secara online setelah masa mudik-balik Idul Fitri mendatang.
Menurut Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan, Eddi, aturan ini akan berlaku pertama kali untuk bus-bus kelas non-ekonomi. "Karena segmen penumpangnya rata-rata sudah melek teknologi," kata dia kepada Tempo, 4 Juli 2015
Eddi mengatakan penerapan aturan itu tergantung kesepakatan antara pemerintah dan Organisasi Angkutan Darat (Organda). Yang jelas, kata Eddi, dengan sistem tiket online, operator bus bisa memberi pelayanan lebih efisien, memangkas penumpukan penumpang di terminal, sekaligus memberantas calo tiket. "Layanan bus selama ini tertinggal jauh dari kereta api dan pesawat,” ujar Eddi.
Para operator pun sudah menginisiasi sistem penjualan tiket online. Sekretaris Jenderal Organda, Ateng Aryono, mengatakan saat ini 34 dari 100-an PO sudah menyatakan siap menjual tiket online. Mereka juga mengklaim sudah menyiapkan sistemnya. "Sudah seharusnya. Awalnya mungkin membebani operator, tapi hasil akhirnya bisa efisien,” ujar Ateng.
Salah satu operator yang sudah siap adalah PT Eka Sari Lorena Transport Tbk. Menurut Sekretaris Perusahaan Lorena, Andy Porman Tambunan, mereka sudah menguji penjualan tiket online pada beberapa trayek antarkota antarprovinsi (AKAP). Nantinya, kata dia, calon penumpang juga bisa membayar tiket dengan kartu debit atau kredit. "Kami akan menggandeng salah satu minimarket sebagai agen," kata Andy.
Selanjutnya: PO Efisiensi
<!--more-->
Sedangkan PO Efisiensi sudah membuka pemesanan tiket online sejak Juli tahun lalu. Namun, kata pemilik Efisiensi, Teuku Erry, sistem itu tidak berjalan karena ditolak awak bus. Para awak menolak karena sistem online mengurangi pendapatan mereka, yang kerap mengangkut penumpang di jalan.
Erry mengakui, biasanya para awak bekerja sama dengan calo untuk memblok kursi yang masih tersedia atau menaikkan penumpang tanpa terdeteksi manajemen. “Capek. Kami berhadapan dengan preman,” kata Erry. Puncaknya, pada April lalu, awak bus Efisiensi trayek Yogyakarta-Purwokerto-Cilacap-Purbalingga mogok kerja dan meminta penghentian sistem online.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, pesimistis operator bus bisa menerapkan sistem online. Apalagi jumlah perusahaan bus cukup banyak sehingga susah ditertibkan. Berbeda dengan kereta api yang operatornya cuma satu atau pesawat yang hanya puluhan. “Mungkin bisa, jika ada satu perusahaan tersendiri yang mengelola tiket online dan menggabungkan kepentingan semua operator bus itu."
KHAIRUL ANAM