Gubernur BI Agus DW Martowardojo, resmikan penerbitan uang NKRI pecahan seratus ribu rupiah di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, 18 Agustus 2014. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan Indonesia tak bisa lagi mengandalkan pendapatan dari ekspor komoditas. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pekan lalu, harga komoditas diperkirakan semakin turun.
"Awalnya terkoreksi 11 persen, ternyata dalam RDG terakhir, bisa sampai 14 persen," ujar Agus di Jakarta, Senin, 22 Juni 2015. Karena itu, kata Agus, andalan ekspor Tanah Air akan semakin tertekan.
Menurut Agus, pemerintah sudah harus mencari strategi baru untuk melakukan ekspor dalam bentuk komoditas yang sudah diolah. Perbaikan infrastruktur dan kerja sama transfer teknologi industri pengolahan, kata Agus, akan menjadi solusi jitu untuk mendongkrak pendapatan ekspor. Selain itu, diversifikasi dan lokasi ekspor baru perlu mendapat perhatian.
Untungnya, jatuhnya harga komoditas tersebut belum membahayakan cadangan devisa senilai US$ 110 miliar. Cadangan devisa akan sedikit tertolong oleh tarikan dana segar kerja sama bilateral pemerintah.
"Kita (BI) melihat semester dua harus betul-betul didorong belanja APBN dan APBD," ujar Agus.
Agus menambahkan, belanja negara akan menjadi andalan pemerintah untuk mengejar target pertumbuhan 5,4 persen. Tak terkecuali pertumbuhan yang didorong konsumsi pemerintah ataupun masyarakat.
Dalam Rapat Dewan Gubernur BI pekan lalu, bank sentral tak hanya mengoreksi prediksi harga komoditas. Pertumbuhan perekonomian juga dikoreksi dari 5,4-5,8 menjadi 5-5,4 persen. Sedangkan suku bunga tetap dipertahankan 7,5 persen untuk menjaga nilai tukar mata uang.