Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali (KOMUNIKA)
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau bank perkreditan rakyat (BPR) di Sumatera Selatan lebih selektif dalam mengelola kredit menyusul rasio kredit bermasalah di provinsi itu sepanjang kuartal I 2015 telah menyentuh angka 11,02 persen.
Kepala OJK Sumatera Selatan Patahuddin mengatakan belum membaiknya kondisi perekonomian nasional sepanjang kuartal pertama ini berdampak negatif terhadap kinerja perbankan, termasuk BPR di Sumatra Selatan.
“Memang harus diwaspadai. Apalagi laju kenaikan non-performing loan kuartal pertama tahun ini cukup signifikan, hampir dua kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 6,75 persen,” katanya, Kamis, 18 Juni 2015.
Patahuddin menilai BPR lebih baik melakukan konsolidasi pada tahun ini atau berfokus mengelola kredit yang telah ada. Meski demikian, apabila BPR memang ingin melakukan ekspansi, setidaknya modal dan dana cadangan bank itu harus besar.
Dia menuturkan BPR harus mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit, terutama bagi sektor usaha yang terkait dengan komoditas. Hal ini bertujuan menghindari kemungkinan timbulnya kredit bermasalah.
“Beberapa BPR di Sumatera Selatan masih ada yang terkonsentrasi ke sektor tertentu, misalnya perkebunan karet. Akibat harga karet yang anjlok, kinerja BPR itu terkena dampak,” ujarnya.
Patahuddin mengakui tingginya rasio kredit bermasalah bakal menyebabkan sejumlah BPR di Sumatera Selatan mendapatkan pengawasan yang intensif dari OJK. Sayangnya, jumlah BPR yang diawasi belum dapat diungkapkan.