Mantan Menteri Kuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) menuju ruang sidang ketika akan bersaksi dalam persidangan kasus Bank Century dengan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (2/5). Kebijakan FPJP disebut merugikan keuangan negara Rp 689,39 miliar. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pada tanggal 21 Mei 2008 Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat membahas penyelamatan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Rapat saat itu membahas tentang Petrokimia Tuban.
Dalam rapat itu pula dibahas bagaimana cara menyelamatkan PT TPPI dengan meminta Pertamina memberikan kondensat pada perusahaan tersebut. “Saat rapat itu saya tak hadir,” kata dia di Kementerian Keuangan, Senin, 8 Juni 2015. (Baca: Sri Mulyani: Rapat Upaya Penyelamatan TPPI Dipimpin JK)
Ia mengatakan sebagai bendahara negara, tugasnya adalah mengatur tata laksana antara 3 lembaga yang terlibat, yakni BP Migas, PT TPPI, dan Pertamina. Pengaturan tersebut, kata dia bertujuan untuk tiga hal.
Pertama menjaga kepentingan negara, yaitu kewajiban atas kondensat yang dimiliki negara harus dibayar lunas. Kedua pengadaan bahan bakar minyak dalam negeri dilakukan melalui tata kelola yang diatur berdasarkan undang-undang. Terakhir, aset negara bisa dimaksimalkan. “Dalam hal ini aset negara termasuk PT TPPI lebih dari 50 persen asetnya dimiliki negara,” kata dia.
Peran Sri Mulyani tercantum dalam hasil audit BPK atas laporan keuangan pemerintah pusat 2012. Berdasarkan audit tersebut, Sri Mulyani memberikan persetujuan pembayaran tak langsung kepada PT TPPI dalam penjualan kondensat bagian negara. Persetujuan diberikan melalui surat bernomor S-85/MK.02/2009. Surat itu terbit sebulan setelah Deputi Finansial Ekonomi BP Migas Djoko Harsono menunjuk langsung PT TPPI. (Baca: Selain Sri Mulyani, Bareskrim Periksa 4 Saksi Korupsi TPPI)
Persetujuan Menteri Keuangan, menurut hasil audit itu, tidak mempertimbangkan kondisi PT TPPI yang tengah mengalami kesulitan keuangan dan memiliki utang ke PT Pertamina. Akibatnya, dana hasil penjualan tak disetor ke kas negara. Sampai Desember saja, menurut audit tersebut, dana tak disetor Rp 1,35 triliun. Sejak enam bulan yang lalu, BPK menggelar audit investigasi penyimpangan ini dan mensinyalir kerugian negara mencapai Rp 2,4 triliun.
Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah
4 hari lalu
Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah
Menteri Keuangan Sri Mulyani menemui Wakil Presiden Maruf Amin untuk melaporkan hasil pertemuan IMF-World Bank Spring Meeting dan G20 yang saya hadiri di Washington DC. pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani pun membahas mitigasi dampak geopolitik di Timur Tengah.