TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Kardaya Warnika menilai Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2015 tentang pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas bumi yang akan berakhir masa kontraknya merugikan Pertamina.
"Ini jelas bertentangan dengan kesepakatan DPR dengan Menteri ESDM pada rapat sebelumnya," kata Kardaya pada rapat kerja dengan PT Pertamina (Persero), Rabu, 27 Mei 2015. Menurut dia, tidak ada arahan secara legal untuk menyerahkan pengelolaan migas ke Pertamina.
Dalam peraturan menteri ini, Pertamina dianggap sama dengan perusahaan migas lain ketika ingin mengambil alih pengelolaan wilayah kerja migas yang akan berakhir. Pertamina, meski sebagai BUMN, wajib membuat laporan pengajuan dan mengikuti penawaran terbuka.
Nantinya pemerintah melalui Menteri ESDM mempunyai kewenangan penuh untuk memilih perusahaan mana yang diberi konsesi pengelolaan migas. Keputusan disampaikan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari tim Dirjen Migas dan SKK Migas.
Dengan aturan ini, pemerintah tidak memberikan jaminan kepada Pertamina menguasai konsesi wilayah kerja migas yang akan berakhir. "Jelas ini bertentangan dengan aturan di atasnya, yakni PP Nomor 35 Tahun 2004," ujar Kardaya.
Anggota komisi dari PDIP, Bambang Wuryanto, juga mengkritisi beleid yang terlalu memberikan kewenangan menyerahkan konsesi kepada Menteri ESDM. Padahal, kata Bambang, Menteri Sudirman setuju mengurangi kewenangannya menentukan perusahaan pengelola blok migas. "Aturan ini tidak berpihak pada kepentingan nasional," tutur Bambang.
PP Nomor 15 juga berbenturan dengan rencana Pertamina menguasai sumber migas nasional. Menurut Direktur Utama Pertamina Dwi Sutjipto, Perseroan menargetkan menguasai 50 persen pasar hulu migas nasional pada tahun 2025 mendatang.
Saat ini, Pertamina hanya menguasai 24 persen pasar hulu migas nasional. Persentase ini lebih kecil dibanding BUMN migas negara lain, seperti Malaysia (30 persen) dan Cina (85 persen).
Padahal, pada sepuluh tahun ke depan, terdapat 25 wilayah kerja yang akan habis masa kontraknya. Beberapa di antaranya Blok Rokan dan Blok Mahakam yang mempunyai cadangan migas besar dan masih dikuasai perusahaan asing sampai sekarang.
DPR meminta Kementerian merevisi peraturan menteri ini. Dewan juga bakal memanggil Menteri untuk mengklarifikasi hal ini pada pertemuan berikutnya.